Jumat, 19 Oktober 2012

Sekardus Air Mineral



Matahari tengah berada di titik tertinggi saat rombongan kantorku sampai di Danau Bedugul ini. Dan setelah hampir setengah jam melihat-lihat keindahan di danau ini, tubuhku sedikit merasa letih. Segera kucari tempat duduk di ujung jalan setapak ini.

“Air air Pak...”, suara seorang anak kecil sampai di telingaku dan membuatku melirik ke arahnya suara itu terdengar. Kebetulan memang, air di botolku telah habis dari tadi.

Kucari darimana suara anak kecil. Nampak tak kurang dari 15 meter di depanku, kulihat seorang anak yang tampak meneriakkan kata-kata “air..air” tadi. Seorang anak lelaki dengan sekardus air mineral dibawanya di depan.  Terlihat sedikit kesusahan anak itu membawanya.

Seakan tertarik oleh tatapan mataku, anak kecil itu balik menatapku, lalu mengarahkan langkahnya menuju ke tempatku berdiri.

“Air air Om...?” ucapnya sembari menyodorkan sebuah air mineral dalam gelas. Mata kecilnya yang sayu membuatku merasa kasihan. Kulihat kardusnya yang dibawanya, masih penuh dengan gelas-gelas air mineral. Mungkin baru laku 4 buah hingga siang ini.

“Berapaan dik?”, tanyaku.
“1000 rupiah aja Om?” jawabnya.

Kurogoh kantong celanaku, mencoba mengambil uang lima puluh ribuan di dalamnya. Segera setelah menemukan selembar uang lima ribuan, kusodorkannya kepada anak itu.

“Ini...Om beli satu.”

Anak itu tak segera menyerahkan air mineral itu kepadaku, maupun menerima uang yang kusodorkan padanya. Wajahnya nampak kebingungan.

“Saya tidak ada kembaliannya Om. Kalau memang Om mau menunggu, biar saya tukarkan dulu ke warung di seberang jalan sana. 10 menit saya kembali kesini”, katanya.

“Sudah, kamu ambil saja kembaliannya dik.”, timpalku membalas ucapannya, sembari menyisipkan uang lima ribuanku ke dalam genggaman tangannya.

“Tidak Om. Orang tua saya mengajarkan saya untuk berjualan secara jujur. Om, tunggu saja disini ya. Saya tukarkan dulu uang Om..”

Segera setelah mengatakan itu, tubuhnya segera melesat pergi. Ia pergi berlari ke arah seberang jalan, dimana toko-toko buah berderet di sekitaran danau ini. Ia berlari tanpa memperdulikan sekardus air mineral yang kini teronggok di dekat tempatku berdiri.

Kuambil dompet di saku belakang celanaku. Kubuka, dan kuambil selembar uang 50 ribuan, lalu menyelipkannya di antara susunan air mineral gelas di dalam kardus. 

Senyum mengembang di bibirku
“Semoga berguna ya dik..”. 

***

Setengah jam kemudian

"Kemana anak lelaki itu", kataku dengan perasaan gusar. Sudah hampir setengah jam dia tak kembali ke sini. 

"Apa dia memang tak kembali lagi kesini, karena merasa uang yang kubayarkan tadi sudah melebihi harga beli sekardus air mineral ini, sehingga ia ingin mengambil keuntungan dari situ.", terbersit di pikiranku. Namun suara teman kantorku tiba-tiba memutus lamunanku.

"Wan, yuk ke bis. Udah disuruh kumpul tuh..", ucap Radit sembari menepuk pundakku.

"Oh, udah disuruh kumpul ya...Emm...", balasku. Pikiranku kembali ke anak itu dan sekardus air mineral yang ditinggalkannya bersamaku. 

"Yaudah yuk dit ke bis. Tapi aku kembalikan dulu ya titipan temanku ke sana", kataku pada Radit sembari menunjuk ke arah warung buah-buahan dekat tempat parkir bis rombonganku.

"Oke Wan. Tak tunggu di bis ya. Jangan lama-lama ya, biar bisa lanjut ke objek wisata selanjutnya"

"Oke Dit".


Radit berjalan meninggalkanku. Setelah itu, kubawa sekardus air mineral dagangan anak kecil itu. Aku berjalan sedikit cepat ke arah warung buah tempat dimana anak kecil itu kulihat tadi.


Sesampainya di warung..
 
"Ibu, permisi. ", kataku mencoba memberi salam kepada Ibu pemilik warung.

"Oh iya Mas. Ada apa ya. Mau beli buah apa...?", tanyanya sembari tersenyum.

"Emm enggak mau beli buah bu. Ini tadi kan saya beli air mineral dari seorang anak kecil. Karena dia tidak punya uang kembalian untuk saya, jadi dia meninggalkan sekardus air mineral yang saya bawa ini dan berlari ke arah sini untuk mencari uang kembalian. "

"Dan tadi yang saya liat,   anak kecil itu sempat berlari ke arah sini. Jadi saya ingin menitipkan kardus ini, karena saya harus pergi dari sini dan melanjutkan perjalanan saya. Saya bisa titip disini kan ya bu?."

Ibu itu tak menjawab sepatah. Roman sedih sekaligus bingung seketika muncul di wajahnya.

"Kenapa bu? Sepertinya ada sesuatu.." tanyaku.

Air matanya nampak berkaca-kaca.

"Wayan namanya. Tadi dia memang kesini untuk menukarkan uang lima puluh ribuan, tapi karena warung saya baru buka, jadi saya menyuruhnya untuk pergi ke warung lain untuk menukarkan uang itu. Tapi......"

Ucapannya terhenti, seakan menunggu sesuatu untuk diungkapkan.

"Tapi ketika dia berlari ke arah warung dari sini menuju warung yang ada di pojok jalan sana, Wayan tertabrak mobil yang datang tiba-tiba dari arah belokan itu. Dan...."

Aku panik sekaligus penasaran.

"Wayan meninggal di tempat Mas.." sambungnya..

Tubuhku tiba-tiba terasa lemas. Pikiranku melayang entah kemana.
Sekardus air mineral yang dari tadi kupegang, seketika terjatuh dari tanganku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa komentarnya ya....:))

Masa Pertumbuhan Kita

Kalian pasti pernah menerima ucapan dari teman atau saudara kalian dengan bunyi kira-kira seperti ini " Makan yang banyak ya. Kan lagi ...