Minggu, 21 Oktober 2012

Juli Itu Kamu

Kumasuki kafe dengan sedikit tergesa-gesa. Kulirik jam di tangan kananku. 
"Sudah hampir jam 7 malam. Semoga saja belum terlambat", batinku.

Pandangan mataku menyapu ke seluruh penjuru ruangan kafe. Beberapa muda-mudi tampak asyik bercengkerama di sudut kanan kafe. Di sudut lainnya, beberapa lelaki dan wanita nampak tengah asyik berdiskusi sesuatu.

Salah satu meja di dekat pintu masuk kafe nampak kosong. Ah, aku duduk disana saja.

"Tempat yang pas sekali.."

Segera setelah memesan segelas hot chocolate di kasir, aku segera beranjak menuju bangku dan meja yang kosong yang sedari tadi sudah kuincar. Kuletakkan tas dan kameraku di atas meja. Kulirik kembali lagi jam tanganku.

"10 menit lagi. Semoga saja ia datang..", pikirku.

Tak lama setelah itu, pelayan datang membawa minuman pesananku, Harum coklat menyeruak seketika ke hidungku. Segera kusesap perlahan coklat panasku itu.

Bel tanda pintu masuk kafe berbunyi. Bunyi itu adalah tanda bahwa baru saja ada orang yang memasuki kafe. Seketika aku berhenti menyesap coklat panasku dan meletakkan gelasnya di meja.
Segera kuambil koran dari dalam tasku, yang memang sengaja kusiapkan untuk hal ini. Kubuka koran dan sedikit kulubangi koran yang kupegang itu.
Wanita itu berjalan memasuki ruangan kafe, dan sempat melayangkan pandangan ke seluruh penjuru kafe. Aku menutupi wajahku dengan berpura-pura membaca koran. Untunglah trik ini berhasil, hingga ia tak curiga bahwa sedari tadi aku mengawasinya dari balik koran ini.

Tak lama setelah memesan minuman di kasir, ia berjalan ke arahku. Jantung rasanya mau pecah saat ia melangkah menuju mejaku. 

"Aku takut sekali untuk melakukan ini, tapi..."

"Aku harus melakukannya", batinku mencoba meyakinkan diri.

Ia semakin dekat padaku. Kira-kira berjarak 1 meter dari tempat dudukku, aku meletakkan koran yang pura-pura kubaca tadi dan berdiri. Kupandang matanya, dan tanpa basa-basi kutanya dia

"Apa kamu yang namanya Juli Winata?", tanyaku sedikit lantang.

"Iiiya....Kenapa memangnya? dan kamu siapa?", suaranya terasa bergetar saat menjawab pertanyaanku. Nampaknya ia sedikit ketakutan dan kaget atas sikapku.

Aku bergeming tak menjawab, segera saja kurogoh pistol yang kusembunyikan di balik jaketku, dan mengarahkan pistol tersebut kepada wanita tersebut. Tanpa basa-basi kata, kubuka kunci dan menarik pelatuk pistol tersebut, dan menembakkan pistol tersebut ke dadanya.

Suara letusan dari pistol tersebut terdengar kencang sekali di seluruh sudut kafe ini. Wanita itu jatuh tersungkur di hadapanku, dengan cipratan darah pada bagian dadanya. Ia tak lagi bergerak. Tewas sepertinya.

"Matilah kau Juli. Salam dari bosku, Pak Alam.", kataku pada tubuhnya yang bersimhah darah.

Selagi orang-orang panik akan letusan suara itu dan akhirnya berlarian keluar kafe, aku pun segera berlari ke arah luar kafe, dan berusaha meninggalkan kafe itu sejauh mungkin. 

Setelah berlari kurang lebih 1 km dari kafe tersebut, ponselku tiba-tiba bergetar menandakan ada panggilan masuk. Kuambil handphoneku dari dalam saku celanaku. Kuangkat ponsel tersebut.

"Halo Jun, gimana tugas yang kuberikan padamu. Apakah Juli sudah berhasil kaubuat jadi mayat?"
tanya si boss.

Nafasku masih tersengal-sengal.  Kuatur nafasku agar mengurangi ngos-ngosanku.
"Beres bos. Juli sudah tewas kutembak dadanya", jawabnya.

"Bagus-bagus..Kamu memang pembunuh bayaran yang hebat Jun.", puji bosku lagi.
 

2 komentar:

  1. Beeeeeen, ini kereeeen!
    Aaah kan gara gara liat flash fiction lo ini gw juga jadi mau ikutan buat kayak coffee shop chronicles XD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe...
      Thanks din buat kunjungan dan pujiannya..
      Ayo nulis duet yukk...
      :)))

      Hapus

Jangan lupa komentarnya ya....:))

Masa Pertumbuhan Kita

Kalian pasti pernah menerima ucapan dari teman atau saudara kalian dengan bunyi kira-kira seperti ini " Makan yang banyak ya. Kan lagi ...