Rabu, 21 Maret 2012

Payung Ungu Amela


Hujan masih dengan lebatnya mengguyur kota Jakarta. Sedikit memberi kesejukan di tengah padatnya ibukota.

Terminal Blok M sore ini terasa lebih lenggang. Tak terlihat orang-orang yang biasanya berseliweran di sekitar terminal ini. Semua orang seakan bersembunyi dari hujan yang turun deras, jatuh dari langit di luar sana. Beberapa orang berdiri disini, bersamaku, di pintu keluar Blok M Square ini. Meneduh sambil sesekali merapatkan jaket mencoba menahan angin yang berhembus dengan dinginnya.

“Payungnya Om.Dua ribu saja Om..”, suara anak kecil perempuan itu memecah lamunanku.
Kutatap sosok anak kecil dengan payung ungunya berdiri di depanku. Mulutnya tak henti menawarkan jasa ojek payungnya kepada orang-orang yang sedang meneduh dari hujan sepertiku.

Kupanggil anak kecil itu
“Dek...sini payungnya...”

Bibirnya tersenyum dengan kedua matanya menatapku riang. Badannya mendekat padaku sambil menyerahkan sebuah payung ungu yang sedang ia pakai sedari tadi. Kuterima payung itu dari tangan mungilnya, yang kutaksir berusia sekitar 10 tahun.

“Kamu gak punya payung lainnya?”
Kepalanya menggeleng pelan. Kulihat seluruh bajunya sudah basah dari tadi.

“Yaudah sini sama Om. Daripada kamu ujan-ujanan terus besok sakit.”

“Gak papa Om. Aku udah biasa kok Om..”

“Kalau gitu Om gak mau sewa payung kamu ini. Kamu mau kayak gitu?”

Anak kecil itu terdiam sesaaat. Sepertinya ia terpikir akan kata-kataku barusan.
“Ya deh Om...” tukasnya singkat.

Kami pun kembali berjalan menuju Melawai, tempat aku biasa menunggu Metro Mini 74 menuju rumahku di daerah Tanah Kusir.
Hujan semakin lebat menghujam ke tanah.

“Siapa namamu dik?” tanyaku spontan kepadanya.
Kulihat tangannya ia lipat di depan badannya yang mulai menggigil kedinginan.

“Amela, Om.”

“Kamu kelas berapa Amela?”

Kepalanya menggeleng. “Saya udah gak sekolah lagi Om. Saya berhenti sekolah setahun yang lalu karena ga ada biaya lagi. Saya kerja buat makan dan bantu-bantu orang tua Om”

“Trus selain ngojek payung, kamu ngapain sehari-harinya Mel?”

“Kadang saya ngamen, atau kalau gak, saya ngumpulin gelas atau botol bekas air mineral buat saya jual Om.”
“Apa aja Om, yang penting bisa buat saya makan.”



Hatiku langsung tersentuh mendengar kata-kata Amela, gadis kecil yang di usia sekecil ini sudah harus mencari nafkah demi sepiring nasi untuk ia bertahan hidup. Memang aku sering mendengar berita bahwa banyak sekali anak kecil yang harus putus sekolah dan akhirnya harus menjadi pengamen, pengemis, maupun pemulung hanya untuk menyambung hidup. Namun, baru kali ini aku bertemu dan bahkan berbicara langsung dengan seorang anak yang kini berada di sampingku, Amela.

“Kusir...kebayoran...taman puring....Ayo naik bang..”
Tanpa terasa aku telah sampai di tempat aku biasa menunggu Metro Mini 74. Asap knalpot yang menyembur di tengah-tengah hujan membuat nafasku sedikit sesak.
Kurogoh saku celanaku, dan kukeluarkan uang lima puluh ribuan.
Selanjutnya kuulurkan tanganku kepada Amela dan kuserahkan uang itu kepadanya

“Mel, ini bayaran buat sewa payungnya.”, kataku kepadanya.

Tangannya seperti menolak uang yang kuberikan.
“Tapi Om...Ini terlalu banyak Om. Saya minta dua ribu saja Om.”


Kutatap matanya kecilnya dalam-dalam.
“Sudah gak apa-apa. Yang dua ribu untuk bayaran kamu, sisanya untuk kamu belikan payung lagi ya Mel. Jadi kalau kamu sewain payung ke orang, kamu masih punya payung untuk kamu pakai sendiri”

Keraguan masih tampak dari wajah Amela. Mungkin aku ini dianggapnya main-main atau hanya orang aneh yang berbaik hati demi maksud tertentu.

“Sudah Mel. Ini...terima saja”
Kumasukkan paksa uang kertas lima puluh ribu itu ke dalam kantong celana Amela.
Segera setelah itu, aku berlari ke pohon di seberang jalan. Meninggalkannya di dekat lampu merah di sisi jalan lainnya.

“Om...”
Suara kecil Amela memanggilku dari kejauhan.
Kuarahkan pandanganku ke arahnya.

“Terima kasih ya Om...”, teriaknya lagi sembari melambaikan tangan.

Kukembangkan senyuman di bibirku dan kubalas lambaian tangannya.
“Iya Mel. Semoga uang itu bisa sedikit meringankan bebanmu ya..”, kataku dalam hati.

*****

Dua hari berlalu

Hujan seperti biasanya kembali mengguyur Jakarta sore ini. Dan seperti biasanya, aku dan beberapa orang lain, berdiri di pintu keluar Blok M Square, menunggu hujan sore ini sedikit mereda. Ya, tempat ini memang menjadi tempat menunggu bagi orang-orang yang pulang kerja namun tertahan untuk pulang karena hujan tanpa henti turun di luar sana.

Kurogoh ponsel di kantong celanaku. Tujuh pesan singkat alias SMS yang masuk dan belum terbaca tertera di layar ponselku. Kubuka satu persatu pesan singkat yang masuk.

Tiba-tiba, saat akan kubuka SMS yang terakhir, suara yang kukenal terdengar di pendengaranku.
“Suara Amela...ya..Itu suara Amela..”, ucapku pada diriku sendiri.

Kusapukan pandanganku ke arah depan, kanan dan kiri. Mataku menangkap sosok yang kucari.
Seorang anak kecil dengan sebuah payung ungu tertutup di genggaman tangan kirinya, dan sebuah payung ungu terbuka di tangan kanannya. Berdiri sekitar 5 meter dari tempatku berdiri.

“Om......”, panggilnya untuk seseorang, yang aku yakin aku.
Sebuah senyuman manis mengembang di bibirnya.
Amela dengan dua payungnya.

10 komentar:

  1. om baik bgt deh. aku syedih bacanya. XD
    hahaha.. bagus!

    BalasHapus
  2. @wennywardila:

    Iya dong...
    Om kan selalu baik sama setiap orang.
    Unye mau Om kasih permen?
    haha

    BalasHapus
  3. ((y)ˆ ³ˆ) (y) siippp

    Menarik ;)

    BalasHapus
  4. ih bagus...cerita sosial gini :')

    BalasHapus
  5. @chemistryofray:

    thank you ray...
    Kan yang nulis juga berjiwa sosial ray...hehe

    BalasHapus
  6. ini pernah dimuat dimana, ya? kayak pernah baca gitu... bagus... :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih anita udah berkunjung..
      Waduh..Pernah dimuat dimana ya.Aku sendiri cuma publish di blog aja.
      hehe..

      Hapus
  7. waaaaahhh, waw waw waw (bacanya : sambil lupa nutup mulut)

    BalasHapus
    Balasan
    1. huaaaaaaaa.....
      makasih yo udah mau baca...
      Jadi malu...hehe

      Hapus

Jangan lupa komentarnya ya....:))

Masa Pertumbuhan Kita

Kalian pasti pernah menerima ucapan dari teman atau saudara kalian dengan bunyi kira-kira seperti ini " Makan yang banyak ya. Kan lagi ...