Tampilkan postingan dengan label Fiksi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fiksi. Tampilkan semua postingan

Minggu, 15 Desember 2013

Prompt #32: Sinar Matanya

Bayi lelaki itu merangkak mendekatiku. Dia berhenti di beberapa langkah dari tempatku berdiri. Pandangan kami beradu. Kurasakan kedua matanya seperti sebilah pedang yang mengoyak-ngoyak pikiranku dan meminta pertanggungjawaban atas apa yang telah kulakukan.

Kucoba untuk menggerakan kakiku ke belakang. Kakiku bergeming. Seakan ribuan ton besi terikat di pergelangan kakiku, membuatnya tak bisa bergerak bahkan satu sentimeter pun.

“Mama…” kata bayi itu. “Kenapa engkau membunuhku?”

Bayi itu terus saja merangkak perlahan mendekatiku. Kakiku bergeming dan lidahku kelu. Bibirku terus mencoba untuk berteriak, tapi tak sedikit pun suara keluar dari dalam tenggorokanku.

“Mama….Kenapa engkau membunuhku?” ucap bayi lelaki itu sekali lagi.

Tenagaku seakan terkuras habis berusaha untuk menggerakan kakiku yang tak kunjung bisa bergerak. Keringat dingin turun membasahi sekujur pakaianku seiring dengan semakin dekatnya bayi itu denganku.

“Maafkan mama Nak. Mama cuma belum siap menjadi bahan omongan orang lain”, kataku tiba-tiba. Ajaib. Mulutku kembali bisa bicara.

Sorot mata bayi itu menunjukkan amarah yang berapi-api begitu mendengar permintaan maafku tadi. Sepertinya dia tak bisa terima alasanku.

Ketika bayi lelaki yang berlumuran darah itu telah berjarak sekitar sejengkal dari kakiku, tiba-tiba semuanya menjadi gelap dan menghilang begitu saja.

Suara itu. Aku hafal benar suara itu. Suara dari alarm telepon genggamku yang sengaja kuatur agar membangunkanku setiap pagi.

Kubuka mataku perlahan sembari tanganku berusaha mencari-cari telepon genggamku. Begitu tanganku mendapatkan apa yang dicarinya, kulihat layar teleponku tadi. Ternyata suara berdering tadi bukanlah bunyi alarm tanda aku harus bangun. Suara dering tadi adalah bunyi dering tanda ada yang meneleponku.

Begitu kuangkat teleponku, telingaku langsung disambut suara nafas yang terengah-engah seperti suara orang yang baru saja berlari dikejar sesuatu.

“Nino, kamu kenapa telepon aku pagi banget gini?” tanyaku kepada Nino, pemilik suara terengah-engah tersebut.

“Aku baru aja mimpi buruk, Sis”, jawab Nino. “Aku mimpi dikejar-kejar bayi lelaki dengan sorot mata yang tajam dan penuh amarah.”

Aku terdiam begitu mendengar penjelasan Nino tadi. Bukan. Bukan karena teringat pada mimpi buruk yang baru saja aku alami tadi. Tapi, karena kini di ujung ranjangku, bayi lelaki dengan mata penuh amarah itu muncul. Bergerak dan merangkak menuju pangkuanku.

“Mama…….Kenapa engkau membunuhku?”

Sabtu, 14 Desember 2013

Tanpa Judul



Bunyi gemuruh petir menyambar masih terdengar dari luar rumahku. Tetesan hujan seakan mengisi seluruh ruang pendengaranku malam ini. Sudah sejak pukul 6 sore tadi hujan mengguyur kawasan rumahku. Sepertinya langit begitu rindu pada bumi, hingga ia menangis tiada henti.

Disini, aku tengah terbaring di atas ranjangku. Tanganku masih lincah di antara tombol-tombol laptopku. Terus menari seakan tak kenal lelah. Mencoba menyusun kata demi kata yang menyesakki pikiran dan minta untuk dikeluarkan. Baris demi baris tersusun rapi, berjajar membentuk paragraf-paragraf.

Aku, disini. Di bawah udara yang tengah dicumbu hujan.
JIka hujan saja berani mencumbu udara yang tak pernah membalas cumbuannya
Kenapa aku tak punya setitik keberanian untuk menyampaikan rasa ini kepadamu

Rasa ini terlalu besar untuk kusampaikan lewat bibirku yang kecil
Bahkan untuk mengalir dari hatiku saja sulit
Aku takut pembuluh darahku akan pecah jika dilewatinya

Raksasa rasa di hati kecilku.
Meraja meski tak memiliki ratu
 Tertawa meski tak bahagia

- 14 Desember 2013 -


Minggu, 03 Maret 2013

Akhir Sebuah Awal

Waktu itu seperti biasanya Baron dan Wina duduk di kantin usai kuliah. Tak seperti biasanya suasana di antara mereka cukup hening. Sore itu jantung Baron terasa berdetak tak beraturan. Lidahnya terasa kelu.
 
"Kamu kenapa ron? Kok kayak ga biasanya kamu keliatan grogi gini.Kamu lagi ada masalah?". 

Masalahnya ya kamu Win. Perasaanku ke kamu yang bikin aku grogi gini. Aku tuh sayang kamu Win.

"Win. Sebenarnya ada yang mau aku omongin ke kamu sore ini."
"Aku sayang kamu Wina. Maukah kamu jadi pacarku Win?"
   
"Buset! Berapa kali sih Ron aku bilang? Biarin aja mengalir,jangan dipakasa dong." Ucap Wina sambil memandang Baron. 

Wina bukan tidak suka Baron,hanya saja dia bukan tipe cewek yang suka di paksa dan di tembak secara terang terang-an seperti itu.

Baron memangdang Wina lama. Dia hanya bisa menarik napas. "Win! Lihat aku dong sebagai sosok yang menyukai kamu,jangan sebagai teman lagi bisa ga sih? Kamu kan sudah tau sifatku,aku ga suka lama lama kalau aku suka sama cewek. Aku pasti langsung tembak,kalau kamu ga mau ya aku akan jauhi kamu. " Nah ini deh yang aku ga suka." Keluh Wina lirih.

Perlahan isak tangis keluar dari bibir Wina. Setitik air mata turun mengalir dari sudut matanya.
Mesin waktu di dalam otaknya memutar ke masa lalu.Ingatannya kembali membawanya pada sosok Ario.Sosok lelaki yang telah membuatnya langsung jatuh hati pada pandangan pertama, hingga membuatnya langsung mengiyakan ketika suatu hari Ario berkata kepadanya 

"Win, aku sayang kamu. Kamu mau gak jadi pacarku"

Dan ingatan indah itu perlahan tergantikan oleh sebuah mimpi buruk yang datang seketika. Aryo mengkhianatinya. Aryo selingkuh dengan wanita lain, yang tak lain adalah sahabat Wina sendiri yaitu Rhea.

Sejak kejadian itu, hati Wina seolah tertutup pada lelaki lain. Ia takut lagi untuk memberikan hatinya pada lelaki, yang malah pada akhirnya melukai hati yang dia beri itu. Ia takut untuk mencintai orang lain karena ia takut terlanjur cinta seperti pada Ario, dan malah terluka karenanya.

"Win..Kamu kenapa menangis?"

Suara itu menyadarkan Wina dari lamunan. Baron masih duduk di hadapannya. Menatapnya dalam-dalam.

Baron memeluk Wina. Dia merasa bersalah telah memaksa Wina lagi. 

"Win,aku ga maksa kok." Jangan nangis ya." 
Wina mengusap air matanya. 

"Maaf aku ga sengaja nangis kaya gini sih." 
Wina menghindar dari pelukan Baron.Dia tidak ingin memanfaatkan kebaikan Baron dan membuat Baron mengungkapkan cinta lagi.

Wina tetap merenung dan membiarkan Baron disampingnya. Pikiran Wina menjadi kalut. Dia gadis ceria tapi kalau menyangkut nama Ario dia akan menjadi gadis yang sangat rapuh dan sentimentil. Wina memaksakan senyum agar Baron tidak semakin merasa bersalah. 

"Eh kamu yang bayar minumanku loh."
 Ucapnya...kali ini membuat Baron tersenyum. Nah ini baru Wina yang aku kenal.
Sejujurnya bagi Wina, Baron adalah sosok lelaki yang menarik baginya. Pembawaannya yang hangat selalu membuatnya nyaman tiap kali berada di sampingnya. Dan tanpa dia sadari, mulai tumbuh perasaan sayang di dalam hatinya. Perasaan yang selama ini ia tutupi karena ia terlalu takut untuk menjalaninya. Takut untuk kembali terluka seperti dengan Ario dulu.

"Ron. Kamu ngertiin keadaanku ini ya"

Baron mengangguk. Matanya lekat menatap Wina.

"Udah yuk aku anterin kamu pulang. Udah mau maghrib ni. Ntar kamu dicariin Mama kamu."
"Yuk Ron.."

Wina berdiri dari bangku kantin dan berjalan perlahan menuju ke parkiran motor, diikuti Baron yang berjalan di belakangnya usai membayar minuman yang mereka pesan tadi.

Wina membonceng Baron dan melingkarkan tangannya di pinggang Baron. Angin menerpa wajahnya dan membuatnya menunduk dan menempelkan wajahnya dipunggung Baron. Wina tidak ingin berakir,rasa nyaman yang diberikan Baron tidak ingin digantikan dengan penyesalan yang akan terjadi jika mereka melanjutkan hubungan atas nama cinta.

Baron membiarkan hatinya sakit. Sakit sebenarnya mendapat penolakan Wina. Tapi dia juga tidak ingin melihat Wina terluka. Baron membiarkan Wina bersender dibahunya andai itu bisa menjadikan Wina tetap di sisinya.

  ***

Tiga minggu kemudian

"Baron..kenapa kamu menghindari aku".

Suara Wina membuat Baron tercekat. Tak ada suara yang keluar dari mulutnya.
Pandangan mata Wina membuat hati Baron merasa takut untuk mengungkapkannya. Tapi...

"Aku sayang kamu Baron. Aku gak mau kehilangan kamu. Aku gak mau kehilangan orang yang aku sayangi."

"Aku mau jadi pacar kamu Baron. Aku mau."

Serentetan kata-kata itu mengalir dari mulut Wina. Mendengarnya, hati Baron bergejolak. Rasa bersalah sekaligus bahagia muncul bersamaan.

"Aku juga sayang kamu Win."
Bibir Baron terasa bergetar ketika mengucapnya.

Hati kecil berdebar. Rasa bersalah itu kian membesar. Rasa bersalah telah mengkhianati Dita, cewek yang menjadi pacarnya sejak seminggu yang lalu. Dan rasa bersalah kepada Wina, karena akan membuatnya sakit lagi seperti yang Ario pernah lakukan kepadanya.


Tulisan ini adalah hasil kolaborasi saya (@rbennymurdhani) dengan @baelovesee dan diikutsertakan dalam proyek #AWeekOfCollaboration

Selasa, 26 Februari 2013

WANGTANPHOBIA



Sore itu, di deretan bangku depan Gedung Perpustakaan Pusat Unsoed, aku dan temanku Benny tengah asyik saling bercerita. Lebih tepatnya, akulah yang banyak bercerita tentang kehidupan cintaku yang terasa cukup rumit.

“Gimana dengan Vina anak paduan suara itu Mik. Lo gak tertarik sama dia. Cantik lho dia.”, tanya Benny kepadaku.

“Gue bingung Ben. Gue jujur aja tertarik sama Vina. Apalagi dia anaknya baik dan perhatian banget sama gue. Tapi.....”, kata-kataku terputus. Mencoba menahan kenangan pahit yang masih saja menyesaki dada ini.

“Tapi kenapa Mik.”

Kuhela nafasku. Ada beban luka yang membuat bibirku ini seperti berat untuk mengucap.

“Parfum Vina, Ben. Parfum Vina itu sama banget dengan yang dipake Nadia. Dan itu yang bikin gue selalu takut untuk jalan maupun hanya sekadar berdekatan sama Vina, karena tiap kali gue cium aroma parfum itu, bayangan Nadia selalu muncul di kepala gue. Dan itu membuat hati gue sakit tiap kali inget Nadia.”

Benny menatapku sembari mulutnya tersenyum kecil.

“Gue sedih kok lo malah ketawa Ben”, tanyaku.

“Hehe. Lo itu sekarang lagi kena sindrom wangtanphobia tuh”, kata Benny, sembari cengengesan.

“Apaan tuh wangtanphobia. Baru denger gue. Ada juga tuh claustrophobia, philophobia, altophobia. Emang apaan tuh wangtanphobia?, tanyaku dengan kepala penuh dengan rasa penasaran.

“Lo beneran mau tau Mik? Ciyusss...”, ledeknya.
“Wangtanphobia itu wangi mantan phobia. Yaitu phobia yang menyebabkan seorang yang baru putus dari pacarnya merasa takut apabila bertemu dengan wanita lain yang menggunakan parfum dengan aroma yang sama dengan parfum mantannya. Sekian penjelasan Profesor Benny ya.”

“Sialan lo Ben. Ada ada aja kelakuan lo buat ngledekin gue”, kataku sembari meninju pelan lengannya.

“Gue ngomong gini biar lo juga ketawa, Mik. Udahlah Mik. Lupain kebencian lo sama Nadia. Toh dia sekarang udah senang-senang sama Angga, cowok brengsek itu.”, cerocos Benny menasehatiku.

“Nadia dan Vina itu dua cewek yang berbeda, meskipun mereka pake parfum yang sama. Jadi jangan pernah samakan Vina dengan Nadia gara-gara hal itu. Inget itu Mik”

“Iya Bapak Mario Benny Teguh. Terima kasih atas motivasinya. Super sekali memang Bapak ini.”, ledekku begitu mendengar kata-kata Benny. Tumben sekali dia bisa berkata-kata bijak bak seorang motivator.

“Ah..Sialan lo Mik.”, katanya sembari menjitak kepalakku.

Kata-kata Benny tadi kusimpan di kepalaku untuk selalu kuingat.
“Nadia dan Vina itu dua cewek yang berbeda, meskipun mereka pake parfum yang sama. Jadi jangan pernah samakan Vina dengan Nadia gara-gara hal itu. Inget itu Mik”

***
Siang itu, kuarahkan sepeda motorku ke Gedung Pusat UKM Unsoed. Hari itu, Vina sedang ada latihan paduan suara. Aku kali ini ingin memberanikan diri untuk mengajaknya makan malam.

Suasana Gedung Pusat UKM Unsoed sore itu tampak ramai. Jumat sore di tempat ini memang selalu ramai oleh para pegiat kegiatan kemahasiswaan. Aku sendiri bukan termasuk tipe orang yang suka berkegiatan  dan berkomunitas.

Begitu aku selesai memarkir motorku, pandanganku langsung menyapu seluruh sudut gedung ini. Mencari-cari dimana Vina, yang sesuai katanya melalui SMS, tadi sedang latihan paduan suara disini.

“Oh itu dia.”
Mataku berhenti pada satu makhluk manis yang kelihatan berbeda sekali dibandingkan teman-temannya di paduan suara itu. Sore itu, Vina mengenakan kaos biru muda dengan bawahan jeans warna hitam. Rambutnya yang diikat hingga leher putihnya terlihat benar-benar membuatnya semakin terlihat manis di mataku.

Kulambaikan tanganku ketika dia tiba-tiba melihat ke arahku. Dia tersenyum, sembari memberi kode  kepadaku agar aku membuka ponselku.

Sebuah SMS masuk ke ponselku. Segera kubaca isi pesan singkat tersebut.

From: Vina (+628002899201)
Aku selesai latihan 30 menit lagi. Yang sabar ya nunggunya. J

Kuketikkan balasan SMS dari Vina tersebut.

To: Vina (+628002899201)
Jangankan 30 menit Vin, 30 tahun pun akan kutunggu. :P Selamat nyanyi

Kutekan tombol kirim di ponselku. Segera kualihkan mataku kembali ke Vina. Terlihat dia tersenyum-senyum sembari menatap layar ponselnya. Wajahnya terlihat sedikit memerah.
Jatuh cinta memang membuat orang rela melakukan hal-hal yang mungkin terlihat bodoh bagi orang yang sedang tidak terjangkit kasmaran, termasuk yang kulakukan sore ini. Duduk terdiam menatap cewek pujaannya yang sedang latihan paduan suara, selama tiga puluh menit, tanpa melakukan hal lain apapun.

Kulihat latihan paduan suara telah selesai. Setelah menyalami teman-temanya di paduan suara tersebut, Vina segera berjalan menuju ke arahku.

Jantungku berdegup kencang ketika Vina telah ada di sebelahku.
“Maaf ya lama nunggunya. Lagian kamu ini datangnya kecepetan si, jadinya malah bengong nungguin aku setengah jam.”, kata Vina kepadaku.

Aku tak langsung menjawab. Aroma itu. Aroma parfum Vina-lah yang membuat pikiranku tiba-tiba menjadi tidak fokus. Bayangan Nadia muncul sekelebat di alam bawah sadarku.

“Mik, kamu gak apa-apa kan. Kok kamu diem gitu?”, Vina mengguncangkan badanku.

Guncangan dari Vina tadi mengembalikan kesadaranku.

“Eng..enggak apa-apa kok Vin. Aku baik-baik aja.”, jawabku.

Aku terpaksa berbohong. Tak mungkin aku berkata jujur bahwa alasanku kenapa aku kehilangan konsentrasi adalah karena begitu aku mencium parfum yang Vina kenakan, membuatku ingat akan mantanku Nadia yang juga memakai parfum dengan aroma yang sama.

Namun mata Vina sepertinya menangkap sebuah keganjilan di sorot mataku.
“Kamu jangan bohong Mik.  Ada sesuatu yang kamu sembunyikan dari aku. “

Bibirku kelu mendengar ucapan Vina barusan. Tak kusangka dia menangkap gelagat anehku.
Tapi, apa harus aku ceritakan semuanya. Aku takut Vina akan menjauh dariku kalau aku mengungkap semua kepadanya.

“Ya sudah Mik kalau kamu memang tak mau jujur sama aku”, kata Vina dengan nada kecewa. Segera dia melangkahkan kakinya hendak pergi dari hadapanku.

Tanganku segera mengayun memegang pergelangan tangan Vina.
“Vin..tunggu. “

****
bersambung

Kamis, 25 Oktober 2012

Celana Panjang Pink




@ditamaniz: @billydekil besok kita ketemuan ya.Kan aku pengen tau wajah kamu.:))

@billydekil: @ditamaniz oke dita sayang.Pasti penasaran ya dengan wajahku..

@ditamaniz: @billydekil huss...udah sayang-sayangan aja. :P Iya penasaran coz kamu avatarnya pake fotonya Brad Pitt terus. Kita ketemu duluan saja ya besok.

@billydekil: @ditamaniz oke sayang.upss... trus kita besok ketemu dimana dit?

@ditamaniz: @billydekil gimana kalo di pasar pondok gede aja..

@billydekil : @ditamaniz Masa di pasar? Di mallnya aja kan bisa..

@ditamaniz: @billydekil Kan biar kopi darat kita ini unik dan dikenang..Kalau gak mau yaudah..

@billydekil: @ditamaniz Hehe..Jangan marah dong. Oke oke, jam berapa kita ketemu? Kamu mau pake baju apa?

@ditamaniz: @billydekil Ga marah kok. :) Jam 9 di Pasar Pondok Gede ya. Aku besok pake baju pink dan celana biru.

@billydekil: @ditamaniz Oke. Aku pake baju hitam dan celana jeans biru ya.

@ditamaniz: @billydekil Emm..pasti bakal banyak yang pake pakaian kayak gitu. Gimana kalo baju hitam dan celana pink

@billydekil Hahh..Masa pake pink? RT @ditamaniz: @billydekil Emm..pasti bakal banyak yang pake pakaian kayak gitu. Gimana kalo baju hitam dan celana pink

@ditamaniz: @billydekil Yaudah kalo ga mau. Kita ga usah ketemuan aja.#ngambek

@billydekil: @ditamaniz Ee....Yaudah deh aku nurut demi kamu. Aku besok pake baju hitam celana pink.

@ditamaniz Nah gitu dong :)) RT @billydekil: @ditamaniz Ee....Yaudah deh aku nurut demi kamu. Aku besok pake baju hitam celana pink

@ditamaniz: @billydekil sampai jumpa besok sayang...#upss Jangan telat ya

@billydekil: @ditamaniz oke say..*sinyal ilang* :))

Wajahku tersenyum
“Jam 9 di Pasar Pondok Gede”,

Segera aku berjalan menuju ke lemari. Menyiapkan baju hitam dan celana pink untuk kupakai besok.

“Aku harus datang lebih cepat dari @billydekil yang asli.”, kataku dalam hati.

Usai menyiapkan baju dan celana untuk besok, kubuka lagi twitterku. Jemariku mulai menari di keyboard laptopku.

@bimakila: Semoga besok aku mendapatkan wanita impianku itu.

Masa Pertumbuhan Kita

Kalian pasti pernah menerima ucapan dari teman atau saudara kalian dengan bunyi kira-kira seperti ini " Makan yang banyak ya. Kan lagi ...