Sabtu, 18 Februari 2012

Melepaskan

"Masih ada kan? Mana? Mana?" Sekar berlutut disebelah Adam dan Bimas, antusias.

"Mana ya? Kok belum keliatan?" Adam terus menggali.

"Di bawah pohon deket ayunan, kita udah bener sih, disini, ini masih ada tandanya." Bimas memeriksa pohon mangga didepannya, ada ukiran BAS disitu, Bimas-Adam-Sekar dan sebuah tanda panah kebawah, persis ke wilayah yang mereka sedang gali.

"Naaaah.. Ini nih kayaknya!" Adam menunjuk ke benjolan benda yang muncul dari hasil galiannya barusan.

Bimas segera membantu Adam, mengorek tanah di sebelah kanan kiri benjolan itu.

"Kaleng Impian Trio Brandal!!" Pekik Sekar, gembira.

Sebuah kaleng kecil bewarna merah yang kini telah memudar warnanya, kaleng bekas “Astor” 5 tahun yang lalu yang mereka tanam di hari kelulusan SMA.

"Buka! Buka!" Sekar mengelap kaleng itu dengan roknya, penasaran dengan isinya.
Tak memperdulikan baju dan rok hijaunya yang kotor oleh tanah.

Baginya, kaleng itu lebih penting.

Didalamnya, tiga carik kertas dilipat rapih dalam sebuah plastik transparan.

"Gue udah lupa isinya. Hehe." Bimas merobek plastik tersebut, mengambil surat bertuliskan BIMAS di luarnya, kemudian tersenyum simpul melihat tulisan cakar ayamnya lima tahun yang lalu.

"Lima tahun lagi, gue bakal jadi sarjana musik, melejit jadi penyanyi solo professional yang dibayar dari satu panggung ke panggung lainnya, melahirkan minimal 5 album, berkolaborasi dengan musisi papan atas. BrandalS akan tetap bersahabat. Jakarta, 14 Februari 2008. Bimas Ardianto." Adam dan Sekar tertawa. "U did it, bro!" Adam menonjok lengan Bimas. Hampir seperti mimpi melihat impian terwujud satu demi satu. Setidaknya, Bimas sudah cukup diperhitungkan dalam dunia tarik suara.

"Coba punya gue." Adam merebut plastik berisi 2 kertas sisa, impian Bimas dan Sekar. "Lima tahun lagi gue pasti udah duduk di bangku S2. Jadi anak teknik yang kerja di perusahaan multinational, dan harus bisa mandiri secara finansial."

Suara Adam bergetar saat membaca kalimat terahirnya. Ya, sejak setahun yang lalu kepergian ayahnya, kontan Adam sebagai anak sulung yang menjadi tulang punggung keluarga. Di perusahaan multinational persis seperti harapannya.

"Lucu ya, kita bahkan gak saling baca surat kita satu sama lain. Kita cuma percaya bahwa kita akan meraih impian-impian kita itu. Dan terwujud." Bimas tersenyum, takjub.

"Surat terahir." Adam menyodorkan surat itu ke tangan Sekar.

Bimas pun penasaran dengan isi impian gadis yang diam-diam ditaksirnya sejak awal mereka bertemu.

Sayang, Bimas terlalu menghargai BrandalS, geng mereka bertiga, yang berarti, tidak boleh ada rasa saling suka antara mereka.

Belum lagi, Sekar yang memilih melanjutkaan kuliahnya di Australia Inggris, membuat Bimas kehilangan kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.

Gadis bertubuh mungil itu mulai membaca surat impiannya.  "Lima tahun yang akan datang, gue ingin lebih feminim.." Tawa Sekar berderai-derai. "Tomboi banget sih lo dulu." Bimas nyaut. "Trus.. Lulus dari Cambridge University, balik ke Indonesia, dan.. menikah." Sekar menatap surat itu sekali lagi. Menikah, kata itu muncul di surat impiannya yang ia tulis lima tahun yang lalu, saat usianya delapan belas tahun.

"Nah ya, lo traktir kita dong brarti."Bimas merebut surat Sekar, menggaris bawahi kata menikah dalam surat impian sahabatnya itu.

"Nih baca, di halaman belakang masing-masing surat, kita udah sepakat, siapa yang impiannya gak kewujud lima tahun yang akan datang, harus traktir yang lain di resto yg termahal." Bimas menunjukkan tanda-tangan mereka bertiga. Tertawa penuh arti.

Sekar diam.  Giginya menggigit bibir bawahnya. Ragu antara mau menyampaikan atau tidak.

Reuni ini harusnya tidak langsung dimulai dengan pembukaan kaleng impian. Batinnya dalam hati.

"Heh, mentang-mentang suruh traktir diem aja." Melihat ekspresi Sekar yang aneh, Bimas meminta dukungan Adam. Tak ada jawaban.

"Sekar gak kalah Bim, tahun ini memang ia mau menikah." Lirih Adam. Bimas menatap Adam dan Sekar tajam, bergantian. Kaget.

"Sama gue Bim." Lanjut Adam.

Bimas melongo, tak percaya dengan pengakuan sahabatnya barusan. Adam tahu betul perasaan Bimas pada Sekar lima tahun yang lalu, yang ternyata masih bersemayam hingga hari ini.

Penantiannya menunggu delapan tahun ini, berahir dengan sia-sia. Perjuangannya mempertahankan persahabatan yang ahirnya toh dikhianati juga.

Jika saja kutahu melepaskanmu sesakit ini. Mungkin lebih baik kulakukan sedari dulu. Pikirannya melayang jauh, menyusuri hari demi hari mengenal Sekar. Bercanda dengan Adam, membentuk genk BrandalS. Membuat surat impian saat kelulusan.

"Ehmm.. Bim, jadi gini.." Belum sempat Adam selesai menjelaskan, Perlahan, napas Bimas sesak. Asmanya kambuh!

"Bimas!!"

***
1 bulan yang sebelumnya....

“Sekar, menikahlah denganku..”, kata Adam tiba-tiba kepada Sekar, saat mereka sedang di dalam mobil, usai dari bandara. Ya pagi itu Sekar baru saja tiba di Indonesia, usai menyelesaikan kuliahnya di Cambridge University di Inggris. Adam, sahabatnya dari SMA yang menjemputnya.

Uhukkk...
Sekar tersedak saat mendengar ucapan Adam barusan.
“Haha...becanda lo ini aneh-aneh aja ni. Gue aja sampe keselek ni.”

Tangan kiri Adam beranjak dari kemudi mobil, dan perlahan menuju tangan Sekar. Digenggamnya tangan Sekar.
“Aku serius Sekar. Aku sayang kamu dan ingin kamu menjadi istriku.”

Sekar terdiam mematung. Dia tertegun hening, meski hatinya penuh kecamuk.
Lama dia berpikir. Bayangan Adam dan satu bayangan orang lain berputar-putar di dalam pikirnya.  Ya, bayangan seorang Bimas, sahabatnya yang lain, yang sebenarnya telah lama membuatnya jatuh hati. Seorang yang telah lama ia  cintai, namun atas dasar rasa persahabatan mereka bertiga, rasa cinta itu tak pernah sampai ke Bimas.

“Tapi bagaimana dengan Bimas dan persahabatan kita, dam?
 Bukankah kita bertiga pernah berjanji untuk tidak akan jatuh cinta satu sama lain.”, kata Sekar dengan perlahan. Air mata mulai menitik dari sudut mata Sekar.

“Aku tahu Sekar. Tapi aku juga gak bisa bohong dan menutupi perasaan ini terus menerus. Aku sayang kamu Sekar, dan ingin kamu jadi milikku. “ ucap Adam.

“Andai saja yang berkata itu adalah Bimas, tak perlu panjang lebar untuk memilikku.”, kata Sekar dalam hati.

Tangan kiri Adam semakin erat mengenggam tanganku.
“Bimas biar urusanku. Dia pasti juga akan bahagia melihat kita menikah dan bahagia.
Aku yakin itu Sekar.”

Sekar menghela napas. Tatapan matanya menyiratkan ada kebingungan dalam dirinya.
“Aku belum bisa jawab itu sekarang Dam. Maaf...
Beri aku waktu sebulan lagi Dam. Aku ingin Bimas juga tahu tentang hal ini karena ini juga menyangkut dia. ”

“Baiklah Sekar, jika itu yang kamu mau. Kuharap sebulan lagi kau akan menjawab iya.”

***
Perlahan mata Bimas terbuka.
“Dimana gue? Gue dah di surga ya..”, tanyanya sambil mengucek-ngucek matanya.

“Lo tu baru aja pingsan Bim. Tadi penyakit asma lo kambuh. “, jawab orang di samping Bimas. Adam masih duduk di samping Bimas. Tangannya memegang sepucuk surat.

“Sekar...Sekar dimana Dam?”, tanya Bimas pada Adam.

“Sekar pergi Bim. Lo baca aja deh surat ini..”, jawab Adam dengan lirih. Wajahnya lesu dan lemas. Tatapannya kosong..

Buat Adam dan Bimas...
Maaf banget kalau semua harus berakhir seperti ini. Mulai hari ini aku memutuskan buat pergi ninggalin Indonesia, dan kembali ke Inggris.
Untuk Adam, aku gak marah atas sikapmu tadi yang tiba-tiba bilang kalau aku mau menikah denganmu. Maaf karena aku gak bisa menerima cinta kamu karena ada orang lain yang sebenarnya aku harapkan untuk mencintai dan menikah denganku.
Untuk Bimas, jangan hanya diam saja. Cinta itu harus dikejar dan diperjuangkan agar kamu tidak menyesal di kemudian hari.

Salam
Sekar”

Bimas terdiam usai membaca surat tersebut. Diletakannya surat itu di samping tubuhnya.

Tiba-tiba, Bimas bangkit dari tempat tidurnya. Dia menoleh ke arah Adam.
“Dam, anterin gue ke bandara. Gue mau mengejar dan memperjuangkan cinta gue. Gue ga mau nyesel sampe tua karena gak sempat ngomong cinta ke orang yang gue cintai.”

Raut wajah bingung tampak dari wajah Adam.


NB: Tulisan bersama saya (@rbennymurdhani) dan @laksmisatiti dalam  #20HariNulisDuet Hari Kelima

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa komentarnya ya....:))

Masa Pertumbuhan Kita

Kalian pasti pernah menerima ucapan dari teman atau saudara kalian dengan bunyi kira-kira seperti ini " Makan yang banyak ya. Kan lagi ...