Jumat, 10 Februari 2012

Bandara



“Sudah hampir jam 7 malam, tapi kenapa dia belum datang-datang juga ya”, tanyaku dalam hati. Bayu, ya Bayu alias Jengkol. Dialah orang yang paling kutunggu kehadirannya sebelum aku pergi malam ini ke Australia, untuk kuliah S1 disana.

Bayu atau Jengkol adalah sahabatku sejak SMP. Awal aku dan Bayu saling mengenal adalah pada saat orientasi siswa baru. Saat itu kami berdua sama-sama dihukum oleh kakak-kakak kelas panitia orientasi karena kami lupa membawa jengkol dan pete sebagai tugas yang harus dibawa di hari pertama orientasi itu. Sejak itulah kami terkenal di seantero sekolah dengan julukan baru. Jengkol untuk panggilan Bayu, dan Pete untuk aku sendiri.

“Hmm....”, tawaku kecil mengingat hari-hari itu.
Tak terasa persahabatan kami sudah hampir 6 tahun. Sudah banyak kisah yang kita bagi  bersama, termasuk saat Bayu bercerita tentang pacar-pacarnya, yang kini sudah berstatus mantan. Setiap kali kudengar Bayu bercerita kepadaku tentang pacarnya atau nama perempuan lain, setiap itu pula aku merasa ada yang aneh di hatiku. Entah rasa cemburu atau apa, yang jelas aku tak suka dia bercerita tentang perempuan lain kepadaku.

“Para penumpang Qantas Air No Penerbangan QA1328 Jakarta-Sydney, diharapkan segera bersiap-siap ke Gate 2.”
Suara wanita dari pengeras suara tersebut memecah lamunanku akan Bayu.

“Nad, ayo cepetan masuk ke dalam.”, kata Mama kepadaku.
“Bentar lagi deh Mama. Nadia lagi nunggu seseorang Bayu ni..”, jawabku sembari merogoh handphone dari jaket.

Kupencet tombol-tombol di handphoneku.

Calling Bayu, +628789000889

”Maaf, nomor yang anda tuju sedang tidak aktif. Cobalah beberapa saat lagi.”

“Ih..Kemana si Jengkol. Padahal kemarin udah janji mau nganter aku. Mana ditelepon gak aktif lagi.”, kataku dengan nada kesal.

“Kalau Bayu nggak datang juga gimana?”, bukannya mencoba menenangkanku, Mama malah membuatku makin gelisah.

Aku diam saja mendengar pertanyaan Mama. Yah mungkin saja Bayu tidak datang, kan. Saat aku menuju bandara tadi, jalan benar-benar macet. Lini masa yang terus kupantau juga menciap bahwa jalan menuju bandara masih macet dan sulit bergerak.

“Nad, Mama tahu kamu nunggu Bayu. Tapi pesawat kita nggak mau nungguin Bayu. Bayu kan bukan pemilik maskapai ataupun Bandara ini”, kata Mama.

Aku tidak tahu bagaimana harus bereaksi akan perkataan Mama. Sedihkah? Atau tertawa? Aku merasa mataku semakin panas. Sepertinya aku akan menangis.

“Nad!”, Mama kembali menegurku.
“Ya, Ma”, aku berjalan dengan amat enggan.

“Nad!”. Tiba-tiba aku tersenyum, aku menoleh. Itu seperti suara Bayu. Langkahku terhenti. Aku pun menoleh ke belakang.

“Apa lagi sih, Nad?”, Mama mulai agak jengkel akan kelambatanku.

“Aku denger suara Bayu, Ma”. Sambil berkata begitu, aku terus melongok mencari-cari sosok Bayu. Terus kulempar pandanganku ke segala arah. Tapi aneh, aku tidak juga menemukan sosoknya. Apakah itu hanya khayalanku saja?

Mama sepertinya benar-benar kesal dan melanjutkan langkahnya tanpa menungguku lebih lama lagi. Aku segera berlari bergegas menyusul Mama. Setelah aku masuk, gate pesawat kemudian tertutup.

Aku tidak bertemu Bayuku. Jengkolku.

Ditulis bersama saya (@rbennymurdhani) dan teman saya @opathebat
Kunjungi juga blog @opathebat di http://happyandshiny.wordpress.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa komentarnya ya....:))

Masa Pertumbuhan Kita

Kalian pasti pernah menerima ucapan dari teman atau saudara kalian dengan bunyi kira-kira seperti ini " Makan yang banyak ya. Kan lagi ...