Minggu, 03 November 2013

Kisah Tempayan Yang Retak


sumber gambar: hejokor.com

Alkisah ada seorang petani yang memiliki dua buah tempayan besar yang setiap pagi selalu ia gunakan untuk membawa air dari mata air menuju ke rumahnya. Satu dari tempayan milik petani itu dalam kondisi retak. Meski retak, si petani tetap saja menggunakan tempayan yang retak tersebut, walaupun memang air yang berhasil dibawa oleh si tempayan retak tak pernah penuh ketika sampai di rumah.

"Aku merasa tak berguna sekali. Aku tak pernah bisa membawa air secara penuh." kata si tempayan rusak kepada si tempayan utuh.

"Hai tempayan retak temanku. Janganlah kamu bersedih atas keretakanmu. Lihatlah apa yang sudah kamu berikan kepada si petani", balas si tempayan utuh.

Tak mengerti dengan maksud tempayan utuh, maka si tempayan retak pun bertanya.

"Aku tak mengerti maksudmu. Aku ini tak bisa memberikan apa-apa ke si petani. Bahkan aku hanya membuatnya lelah tanpa bisa memberikan air yang utuh."

Jawab si tempayan utuh, "Besok pagi, lihatlah ke tanah sepanjang kebun milik petani maka kau akan mengerti yang aku maksud."

Esoknya, seperti biasa si petani pergi pagi-pagi sekali menuju mata air. Ia menyusuri kebun miliknya sambil membawa kedua tempayannya. Setelah memenuhi kedua tempayannya dengan air, si petani pergi menuju kembali ke rumahnya sembari memikul tempayan berisi air tersebut.

Teringat akan perkataan si tempayan utuh, maka si tempayan retak pun memperhatikan tanah sepanjang perjalanan si petani dari mata air menuju rumahnya. Terkejutlah dia setelah sadar bahwa tanah tandus yang setiap hari ia lewati bersama si petani dan si tempayan utuh, kini telah dipenuhi dengan tanaman bunga dengan warna-warni yang sungguh indah. Ia terkejut sembari bertanya dalam hati "apakah ini hasil perbuatanku".

Si tempayan utuh yang memperhatikan tingkah si tempayan retak yang tampak melamun, kemudian tersenyum dan berkata.
"Tanah tandus itu kini dipenuhi tanaman bunga karena perbuatanmu. Setiap hari air yang keluar dari bagian tubuhmu yang retak telah membuat tanah tandus itu menjadi subur."

Si petani yang sebenarnya telah lama mendengar percakapan kedua tempayan tersebut, lalu ikut berkata kepada si tempayan retak.

"Dengar itu hai tempayan retak. Jangan berkecil hati karena apa yang menjadi kelemahanmu. Ingatlah bahwa di balik sebuah kelemahanmu, kamu itu bisa berguna untuk sesamamu. Jadi jangan pernah merasa tidak berguna ya."

Mendengar perkataan si petani dan si tempayan utuh, si tempayan retak pun tersenyum dan berkata.
"Terima kasih kawanku. Aku berjanji tidak akan lagi merasa tidak berguna."

------------------------------------------

NB: Kisah tempayan retak ini saya dengar dan sarikan dari khotbah pada saat saya mengikuti misa pada 3 November 2013 pukul 18.30 WIB di Gereja St. Yohanes Penginjil Barito.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa komentarnya ya....:))

Masa Pertumbuhan Kita

Kalian pasti pernah menerima ucapan dari teman atau saudara kalian dengan bunyi kira-kira seperti ini " Makan yang banyak ya. Kan lagi ...