Selasa, 07 Agustus 2012

Bukan Aku

seperti aku
seperti jiwaku
menyusuri telaga waktu
seperti langkahku

sejenak berhenti
kau tampak berdiri
lalu kau bersiap berlari
meratapi bumi

“Jangan pernah berdoa dan meminta kepada Tuhan, jika kau belum siap apabila semua doamu itu terkabul.
Karena kadang doa yang kita minta, memang sebaiknya tak semuanya harus terkabul.”

***
Hari ke-7.
Rabu, 11 Juli 2012.
Pukul 06.30 WIB

“Selamat pagi, Raga. Apa kabarmu hari ini?”
Kata pria itu kepadaku.

“Aku pergi dulu ya Raga. Baik-baiklah di kamar kita ini ya.”, katanya sembari tersenyum kepadaku.
Senyum yang sangat dan benar-benar aku benci.

“Anjing bangsat...”, batinku tanpa sedikitpun kata-kata meluncur dari mulutku.

***

Hari ke – 0
Selasa, 3 Juli 2012
Pukul 22.16 WIB

Kurebahkan diriku di ranjang kamar. Sama seperti malam-malam biasanya, satu hal yang selalu aku lakukan sebelum tidur malam adalah memandang ke langit-langit kamar sembari bercerita banyak hal. Banyak hal yang aku keluhkan dan minta kepada Tuhan, berharap esok paginya saat aku bangun, akan banyak keajaiban-keajaiban datang dan menyelesaikan masalah-masalah dalam hidupku.

“Tuhan, seandainya saja aku ini punya kembaran yang bisa kusuruh-suruh untuk menggantikan pekerjaanku sehari-hari. Jadi aku bisa dapat uang tanpa aku sendiri harus capek bekerja.”

Hanya doa dan pengandaian itu saja yang kuucapkan malam itu. Dan seperti biasanya, tanpa pernah mengganggap doa itu serius, mataku pun memejam dan melepas lelah yang kudapat dari seharian bekerja dan rutinitas lainnya.


***
Hari ke – 1
Rabu, 4 Juli 2012
Pukul 06.07 WIB

“Selamat pagi, Raga. Apa kabarmu hari ini?”
Kata pria itu kepadaku.

Mataku perlahan terpaksa kubuka begitu mendengar suara lain, apalagi seorang pria, mengucapkan ucapan selamat pagi kepadaku.

Aku terperanjat begitu melihat dia. Sosok pria dengan wajah dan perawakan sama denganku kini ada di hadapanku. Dia telah berpakaian rapi seperti hendak pergi ke kantor.
Brengsek”, umpatku dalam hati.
Dia memakai pakaian kantorku. Berani-beraninya dia memakai pakaianku tanpa izin.

“Siapa kamu?”, tanyaku masih dengan sedikit ketakutan dan keheranan.
Otakku masih berusaha berpikir jernih. Mimpikah aku ini. Siapa sosok pria “aku” di hadapanku ini.

“Aku adalah kamu. Kamu adalah aku.”
“Aku ada karena kamu yang memintanya. Bukankah ini yang kau minta semalam kepada Tuhan”
Ia berkata menjawab pertanyaanku.

“Tapi....”, kataku penuh dengan rasa keraguan.

Matanya menatap lekat kedua mataku.
“Tak perlu ada tapi. Sekarang aku ada sesuai dengan doamu. Aku akan menggantikan tugas-tugas pekerjaanmu  dan rutinitasmu lainnya. Jadi hari ini kamu bisa beristirahat dengan di kamar saja.”

Pikiran setanku langsung muncul begitu mendengar dia akan menggantikan tugas-tugas kantorku dan rutinitas nan membosankan yang biasanya aku lakukan. Senyum licik mengembang di bibirku.

“Baiklah.”
“Hari ini kau kuminta untuk menggantikanku berangkat ke kantor dan melakukan pekerjaanku disana. Tapi ingat, lakukan dengan baik karena kau itu adalah aku.”
Kataku panjang lebar kepadanya.

“Oke. Aku berangkat dulu ya Raga. Baik-baiklah di kamar kita ini ya.”, katanya sembari tersenyum kepadaku. Ditutupnya pintu kamarku. Perlahan langkah “sepatuku” menjauh meninggalkan kamar.

Kurebahkan lagi tubuhku, dan kutarik selimut untuk
“Terima kasih Tuhan karena kali ini Engkau kabulkan doaku.”

***
Hari ke – 3
Jumat, 6 Juli 2012
Pukul 06.14 WIB

“Selamat pagi, Raga. Apa kabarmu hari ini?”
Kata “aku”  itu kepadaku.

“Selamat pagi, Aku”, balasku.
“Kembaranku, sepertinya tugasmu sudah cukup sampai kemarin saja. Karena ternyata sungguh tidak enak tidur seharian tanpa melakukan apapun. Aku ingin kembali ke kantor hari ini dan melakukan aktivitas rutin sehari-hariku.”

“Oh tidak bisa Raga. Aku tak mau kau kembali ke kehidupanmu lagi. Aku benar-benar menjadi dirimu. Pekerjaan yang menyenangkan, dan teman-teman kantor yang cantik, apalagi si Sherly.”
Emosiku mulai naik mendengar perkataannya.

“Kenapa tak kau ajak tidur dia dari dulu. Sherly itu sudah lama suka padamu. Dan semalam aku berhasil mengajaknya tidur. Hahaha...”. Suara tawanya meledak memenuhi ruang kamarku.

Anjinggg bangsattt.....”, teriakku kepadanya sembari mencoba memukul wajahnya. Si “aku” yang brengsek.

Pukulanku berhasil dia hindari, dan tiba-tiba..
Tangan kirinya berhasil menghantam sisi kiri kepalaku.
Semua terasa gelap....

***

Hari ke-7.
Rabu, 11 Juli 2012.
Pukul 06.30 WIB

“Selamat pagi, Raga. Apa kabarmu hari ini?”
Kata pria itu kepadaku.

“Aku pergi dulu ya Raga. Baik-baiklah di kamar kita ini ya.”, katanya sembari tersenyum kepadaku.
Senyum yang sangat dan benar-benar aku benci.

“Anjing bangsat...”, batinku tanpa sedikitpun kata-kata meluncur dari mulutku.

Sudah 4 hari kaki dan tanganku diikatnya. Mulutku pun ditutupnya dengan lakban. Aku tak bisa bergerak dari ranjang ini, apalagi untuk keluar kamar.
Hanya kemarahan dan kebencian akan “aku” yang muncul di pikiranku.
Sekelebat bayang-bayang muncul di pikiranku. Kubayangkan “aku” sedang bersenang-senang dengan Sherly dan tidur dengannya. Kubayangkan pula si “aku” sedang asyik bersama dengan keluargaku dan menonton TV bersama di ruang keluarga.

Perlahan perasaan sesal muncul di nuraniku.
“Tuhan, aku tahu aku salah. Aku minta maaf karena telah meminta hal-hal yang aneh kepadamu Tuhan.
Ampuni aku Tuhan.”
Air mata menitik dari sudut mataku.


NB:
Ditulis untuk proyek #CerpenPeterpan.
Terinspirasi dari lagu "Aku" dari Peterpan 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa komentarnya ya....:))

Masa Pertumbuhan Kita

Kalian pasti pernah menerima ucapan dari teman atau saudara kalian dengan bunyi kira-kira seperti ini " Makan yang banyak ya. Kan lagi ...