Rabu, 13 Juni 2012

Menunggu Lampu Hijau



Kusisir rambutku dengan rapi. Kuoleskan sedikit minyak rambut agar terlihat basah dan semakin rapi. Kupatut-patut diriku di depan cermin. Sudah setengah jam aku di depan cermin hanya untuk memastikan bahwa penampilanku ini menarik dan rapi.

“Aku harus terlihat rapi hari ini“͵ kataku dalam hati sembari memasang sabuk di celanaku yang agak kedodoran ini. Ya͵ hari ini adalah hari yang penting bagiku karena hari ini aku akan menemui Bu Linda͵ orang yang berjanji akan memberikan pekerjaan kepadaku. Setelah sekian lama luntan lantung mencari pekerjaan͵ akhirnya datang juga harapan yang diberikan kepadaku.
Setelah yakin dengan penampilanku sendiri͵ kulangkahkan kakiku keluar kamar.

“Bu͵ Slamet pamit cari kerja ya bu. Doakan agar Bu Linda menepati janjinya untuk memberikan pekerjaan kepada Slamet ya.“

***

“Jadi begini pekerjaanmu. Kamu bertugas untuk menyebarkan dan memberikan brosur kepada setiap pengendara motor dan mobil yang lewat di depan Jam Gadang. Untuk mudahnya͵ kamu bisa berikan brosur itu pada saat motor dan mobil berhenti di lampu merah di perempatan situ. Setiap satu brosur yang kamu sebar͵ kamu dapt upah 150 rupiah. Nanti akan ada orang yang bertugas mengawasimu dari jauh͵ untuk memastikan kamu benar-benar menyebarkan brosur-brosur ini.“ Kuingat setiap ucapan Bu Linda di ruangan kantor tadi baik-baik. Aku tidak ingin gagal bekerja di hari pertamaku ini.

“150 rupiah. Jika aku bisa menyebarkan 200 lembar brosur setiap hari͵ berarti aku bisa membawa pulang uang 30 ribu setiap hari. Ibu pasti senang mendengar berita ini“͵ pikirku dalam hati.

Kutinggalkan sepedaku di tempat Bu Linda. Aku lebih memilih jalan kaki karena jarak dari kantor Bu Linda ke Jam Gadang memang tidak terlalu jauh. Sekitar 10 menit perjalanan dengan jalan kaki. Lagipula alasanku memilih jalan kaki adalah agar aku bisa memastikan siapa orang yang bertugas mengawasiku.

Sambil berjalan menuju Jam Gadang͵ sesekali kepalaku menengok ke belakang. Mataku mencoba mencari orang yang ditugaskan mengawasiku menyebarkan brosur ini.

Tak terasa͵ kakiku telah membawaku sampai di perempatan di samping Jam Gadang. Kupandangi sebentar bangunan megah dan menjulang tinggi͵ yang menjadi simbol kota Bukittinggi ini. Gagah nian Jam Gadang ini. Seolah sedang mengatakan pada dunia
“ Hai Dunia͵ akulah Jam Gadang yang siap menghadapi segala permasalahan.“

Kurapikan brosur yang ada  di tanganku. Kukepalkan tanganku sesaat sambil berkata dalam hati
"Aku pasti bisa melakukan ini. Lagipula ini adalah pekerjaan mudah.Hanya menyebarkan brosur kepada orang-orang".

Kudekati lampu lalu lintas di samping Jam Gadang ini. Kuperhatikan kendaraan yang melintas dengan cepatnya di jalan ini. Tempat ini memang tempat yang tepat untuk menyebarkan brosur kepada orang-orang. Kulihat lampu lalu lintas menjadi merah, aku berjalan pelan menuju ke tengah jalan.
"Aneh..kenapa motor dan mobil tampak tak ada tanda-tanda akan berhenti", kataku dalam hati.

"Oi mas. Ati-ati dong jalannya. Lampu masih hijau kok udah main nyeberang aja.".
Salah satu pengendara motor yang melintas berteriak kepadaku sambil berlalu. Aku berlari kecil, menepi ke pinggir.

"Hijau..tapi bukankah itu warna merah..::", tanyaku. Kukucek mataku berulang kali untuk memastikannya.
"Iya kok. Itu merah.."

Tiba-tiba, sebuah tangan menepuk bahuku. Seorang Bapak Polisi berseragam berdiri di belakangku.

"Kamu ini kalau mau menyeberang harus hati-hati ya dek. Pastikan dulu lampu lalu lintas berwarna merah. Kamu tahu arti warna-warna di lampu lalu lintas kan dek?", tanya Pak Polisi itu kepadaku.

"Tahu Pak. Merah itu berhenti, Hijau itu untuk jalan terus, dan Kuning itu untuk hati-hati.", jawabku.

"Nah itu kamu sudah tahu. Tapi kenapa tadi kamu berjalan ke tengah saat lampu sedang hijau?", kembali Pak Polisi itu bertanya.

"Tapi Pak. Yang saya lihat, lampu lalu lintas tadi itu sudah berwarna merah. Itu kenapa saya berjalan ke tengah untuk menyebarkan brosur untuk pengendara motor dan mobil yang akan berhenti pada saat lampu merah.", jawabku kembali menjelaskan.

Pak Polisi itu menggelengkan kepala. Mungkin dia bingung dengan segala penjelasan keras kepalaku tadi.
"Ya sudah dek. Yang penting nanti kalau mau menyeberang, pastikan dulu lampu itu berwarna merah. Baru kamu bisa menyeberang atau ke tengah menyebarkan brosur itu. Hati-hati ya lain kali"
Segera setelah berkata itu, Pak Polisi meninggalkanku sendirian di pinggir jalan ini.

"Apa mataku ini bermasalah ya. Kenapa orang lain bilang lampu merah itu hijau, padahal mataku melihatnya berwarna merah.", sejenak aku berpikir tentang kejadian-kejadian yang terjadi tadi.

"Ah sudahlah. Yang penting aku harus bisa menyebarkan brosur ini sampai habis. Sekarang aku harus menunggu sampai lampu berwarna merah agar aku bisa membagikan brosur-brosur ini"

Kulihat lagi lampu lalu lintas. "Masih hijau.."
Motor dan mobil masih melintas dengan cepatnya.
Kualihkan pandanganku sekilas ke brosur di tanganku. Kurapikan susunannya agar terlihat rapi dan mudah dibawanya.

Kulihat lagi lampu lalu lintas. "Wah, sudah merah.."
Dengan percaya diri, aku berjalan perlahan ke tengah jalan. Seolah menyambut motor dan mobil yang akan berhenti di perempatan ini.

Tiba-tiba, terdengar bunyi rem mobil yang diinjak. Dan tiba-tiba......

 ***

"Bagaimana keadaannya dokter." tanya seorang Ibu kepada pria berseragam putih yang dipanggilnya dokter.

"Slamet ini hanya mengalami gegar otak ringan. Tapi kita sudah melakukan tindakan untuk menanganinya Mungkin baru nanti siang dia akan siuman.", jawab pria itu.

Pria itu balas bertanya pada Ibu itu.
"Ibu ini kan pasti tahu kehidupan sehari-hari Slamet. Nah, apakah mata Slamet ini memiliki kelainan semacam buta warna? Karena berdasarkan polisi yang tadi mengantar kesini, Slamet ini terlihat percaya diri menyeberang jalan, padahal lampu lalu lintas masih hijau."

"Saya juga kurang tahu pasti dok. Tapi memang dari dulu Slamet ini susah sekali untuk membedakan antara satu warna dengan warna lainnya. Dan saya tidak menyangka dok kalau hal itu akan bisa mencelakakan Slamet.", ibu itu menunduk. Isak tangis terdengar dari bibirnya.

***

"Aku pasti bisa melakukan ini. Lagipula ini adalah pekerjaan mudah. Hanya menyebarkan brosur kepada orang-orang". Kukepalkan lagi tanganku mencoba menyemangati.

"Sekarang aku hanya tinggal menunggu motor dan mobil berhenti pada saat lampu merah."

***

"Lihat itu dok. Tangan Slamet sedikit bergerak", kata Ibu itu kepada dokter sedikit berteriak

"Wah, ini kondisi yang bagus Bu. Semoga Slamet segera siuman Bu.", dokter itu menimpali.


Dibuat untuk #15HariNgeblogFF2 hari pertama dengan judul Menunggu Lampu Hijau dengan setting Menara Jam Gadang.
Telat submit tapi gak apa-apalah. Yang penting nulis.



4 komentar:

  1. Muwahahaha.. buta warna dia. Bagus, Mas. Good story, as always.. ;D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thank you nye udah mampir baca.
      Ide yg muncul itu begitu dgr kata "hijau".
      Tadinya mau bikin penyergapan bandar narkoba, eh tapi udah ada yg nulis semacam itu...

      Hapus
  2. Balasan
    1. Thanks mba bety....
      Aku liat blogmu dan liat di bagian sketch..
      Mau dong dibikinin sketch..

      Hapus

Jangan lupa komentarnya ya....:))

Masa Pertumbuhan Kita

Kalian pasti pernah menerima ucapan dari teman atau saudara kalian dengan bunyi kira-kira seperti ini " Makan yang banyak ya. Kan lagi ...