Tampilkan postingan dengan label Nasi Kalong. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Nasi Kalong. Tampilkan semua postingan

Kamis, 13 Desember 2012

Makan ala Kalong di Nasi Kalong Top Markotop Bandung

Pertama kali diajak teman ke tempat ini yang ada di bayangan saya adalah nasi dengan irisan daging kalong (baca: kelelawar) atau warung nasi di sebuah gua yang banyak kalong alias kelelawarnya. Ya lebay sih memang bayangan saya dan memang ternyata bayangan saya itu salah total.

Suasana Warung Nasi Kalong (dok.pribadi)

Di warung Nasi Kalong yang ada di Jalan Riau Bandung ini adalah warung yang menjual nasi dengan berbagai macam lauk. Yang unik disini adalah karena nasi yang digunakan disini adalah nasi beras merah, dan tak seperti nasi beras merah biasanya yang teksturnya cenderung keras atau "pera", disini nasi merahnya lembut dan berasa rempah. Enaklah pokoknya...

Untuk menunya, tersedia berbagai macam menu yang bisa dipilih sesuai selera. Menurut pegawai di warung ini, menu spesial sekaligus favorit para pengunjung adalah Ayam Madu dan Buncis Bakar. Karena penasaran, jadilah saya memilih kedua lauk tersebut dengan beberapa tambahan lauk seperti otak-otak dan tempura.

Ayam Madu disini terbuat dari daging ayam tanpa tulang yang sepertinya cara memasaknya dibalut tepung dan digoreng, lalu dimasak dengan madu. Bumbunya enak dan ayamnya terasa lembut sekali ketika digigit.

Selanjutnya, Buncis Bakar yang langsung menjadi menu favorit saya. Aroma buncis yang dimasak dengan cara dibakar benar-benar membuat nafsu makan saya meningkat. Teksturnya renyah dan segar, apalagi warna buncisnya sendiri masih hijau dan tidak layu.

Untuk otak-otaknya kita harus berhati-hati lho, terutama untuk yang tidak doyan pedas. Kenapa? Karena ada "granat" alias cabe rawit yang diselipkan di antara otak-otak tersebut.

Warung ini buka mulai pukul 19.00 sampai 03.00 WIB. Karena buka sampai tengah malam inilah kenapa warung ini disebut Warung Nasi Kalong. Kalong alias kelelawar kan memang hewan nocturnal yang aktif di malam hari. Betul kan..

Konsep warung ini adalah prasmanan alias pengunjung dapat mengambil makanannya sendiri,  dengan tata ruang outdoor yaitu dengan kursi dan meja yang ditata rapi di halaman warung tersebut. Cahaya di setiap meja sangat minim karena setiap meja hanya diterangi satu buah lilin. Mungkin karena kalong kan memang makannya sambil gelap-gelapan. Mungkin ya..

Satu hal yang masih ada di pikiran saya adalah bagaimana warung ini jika saat hujan mengingat konsep outdoor yang diusung warung ini. Memang sih beberapa meja sudah dilengkapi dengan payung.

Untuk harga, saya kurang tahu pasti harga tiap item menunya. Yang jelas, untuk makan ber-delapan orang, biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 348.000,-. Jadi sekitar Rp. 43.500 per orangnya. Mahal si menurut ukuran saya, karena saya hanya makan nasi beras merah, dengan sepotong Ayam Madu, sepotong tempura, sepotong otak-otak plus sesendok Buncis Bakar dan sambal. Minumnya cuma segelas teh tawar panas.

Buat yang penasaran bagaimana lezatnya Buncis Bakar dan Ayam Madu yang saya ceritakan, datang saja ke Jl. R.E. Martadinata (Riau) No. 102 Bandung.

Jangan lupa bawa tissue sendiri ya ketika kesini, karena saat makan disana saya tidak menemukan tissue di setiap meja maupun di dekat tempat pengambilan makanan.

Masa Pertumbuhan Kita

Kalian pasti pernah menerima ucapan dari teman atau saudara kalian dengan bunyi kira-kira seperti ini " Makan yang banyak ya. Kan lagi ...