Tampilkan postingan dengan label Day 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Day 2. Tampilkan semua postingan

Senin, 13 Februari 2012

Misi 21 Day 2: Mulai Sketching Lagi

Misi 21 Hari ke-2. Sabtu, 11 Februari 2012 

Akhirnya bisa update Misi 21 hari ke 2. Di hari kedua hari sabtu, 11 Februari kemarin, saya memulai lagi untuk belajar sketching. Sudah lama sekali saya tidak belajar sketching ini. Dan berikut hasil-hasil saya sketching selama sabtu dan minggu kemarin...


Sabtu, 11 Februari 2012

Keheningan Yang Mengagumkan

25 Desember 1992,

Bunda,
Biarpun aku tak bisa berbicara,
Ijinkan tulisanku ini menyuarakannya,
Jika kudewasa nanti, aku ingin seperti Sinterklas,
Membagi-bagikan hadiah kepada semua orang.
SELAMAT NATAL BUNDAKU SAYANG!
Vera

 Dua puluh tahun lalu kutulis di kartu natal untuk ibuku. Sekarang umurku dua puluh tujuh tahun dan telah memiliki sebuah Gift and Flower Shop di Kawasan Dago, Bandung. Yang kuberi nama Happy karena memang itu tujuannya memberikan perhatian lewat barang-barang unik ataupun setangkai bunga untuk orang yang kita sayangi.

Memang aku tidak menjadi Sinterklas seperti yang kuinginkan. Setidaknya bisnisku ini menolong orang lain untuk bisa menjadi Sinterklas bagi orang-orang yang disayanginya.
Seluruh pegawaiku sedang makan siang, jadilah aku menjaga toko sendirian. Seorang perempuan muda berusaha memanggilku,”Siang Mbak, boneka Hello Kitty yang di depan kemana?” Aku sedang asyik bermain Angry bird di I-pad ku.

”Mbaaaak! Halllooooo!” Teriaknya lagi.
”Kenapa sih nih orang, budek apa?” Ujarnya kesal, tetapi begitu melihat sebuah tulisan di
belakang kursiku.

Don’t yell, just kick me
I’m deaf.

 Untungnya dia tidak melakukan sesuai tulisan itu, malah mendekati dan menepuk bahuku. Dengan lincah ia menggerakkan jari-jemarinya untuk berbicara kepadaku, ”Hai, boneka Hello Kitty yang di depan masih ada tidak? Biasanya ada di etalase depan, aku menginginkannya untuk hadiah ulang tahun adikku.”

Kuberi dia isyarat untuk mengikuti kemana aku pergi. Aku langsung pergi ke lantai atas yang merupakan gudang persediaan stok tokoku ini, boneka itu sedang dijemur karena kuminta pegawaiku mencucinya, maklum warnanya putih, mudah sekali kotor.

”Nah, ini dia yang kuinginkan untuk adikku itu, dia pernah datang ke toko ini bersamaku dan ia sangat menginginkannya. Jika sudah kering, bisakah kau antar ke rumahku besok pagi?” dengan tangkas, kembali ia menggerakkan jari-jemarinya saat melihat boneka Hello Kitty itu.
 
Kuberkata dengan jariku,”Baik, nanti akan kuminta pegawaiku mengantarkannya ke rumahmu, ada kartu member? Kalau memakai kartu, biaya antar jadi gratis”, kataku kepadanya.

“Ini dia kartu membernya”, katanya melalui jemari tangan kirinya, seraya menyerahkan sebuah kartu yang ia keluarkan dari dompet cokelatnya.
 
“Apa kau mau menuliskan beberapa kata untuk adikmu? Aku akan bantu menuliskannya di kartu ucapan”, tanyaku kepadanya.
 
“Boleh...Biar kutulis di kertas ini ya. Nanti kau tulis ulang lagi. Aku malu tulisanku tidak rapi”, jawabnya sambil menunjuk sebuah kertas kecil yang sering kupakai untuk mencatat nama dan nomor pelanggan.
 
Tak lama, dia mulai tampak serius menuliskan beberapa kata di kertas itu. Tampaknya dia benar-benar sayang pada adiknya.
“Ini...Nanti tolong kau tulis ulang lagi ya. Disini aku juga tulis alamat pengirimannya. Kau bisa membacanya kan”, jemari tangan kirinya berkata sembari menyerahkan potongan kertas kecil itu kepadaku. Kulihat tulisan di kertas itu secara sekilas. Kuanggukkan kepalaku sebagai tanda mengiyakan pertanyaannya tadi.
 
”Berapa total harganya?” tanyanya sebelum meninggalkan tokoku.
 Kembali aku terkagum-kagum dengan kelincahan jari-jemarinya menuturkan bahasa isyarat kepadaku,”Rp. 115.000, aku diskon untuk pelanggan.” jawabku.
Segera setelah dia menyelesaikan pembayaran, dia memberi isyarat tanda terima kasih dan berjalan keluar dari tokoku. 

Melihat pelangganku tersebut telah lalu, kubaca dengan seksama kata-kata yang pelangganku tadi tulis.

“Namaku Lisa. Aku ingin memberikan hadiah ini untuk adikku yang bernama Ratih. Besok adalah hari ulang tahunnya yang ke – 14. Melihatmu di toko tadi membuatku teringat Ratih, karena dia juga sepertimu. Itu jawaban kenapa aku bisa berbicara dalam bahasa isyarat kepadamu tadi.
Jika boleh, selain kau yang menuliskan ucapan untuk Ratih, bolehkah jika kuminta kau sendiri yang datang mengantarkannya ke rumahku. Aku ingin minta bantuanmu untuk menghibur Ratih. Akhir-akhir ini Ratih mengurung diri dan tak mau sekolah. Sepertinya dia sedang mengalami masa-masa sulit di sekolahnya, karena saat ini dia bersekolah di SMP negeri biasa.
Sebelum dan sesudahnya, terima kasih ya...
Lisa..”
 
Aku terdiam dan merenung sesaat. Pikiranku melayang ke jaman-jaman aku sekolah SMP dulu, di saat yang sama seperti yang dialami Ratih saat ini. Saat itu aku pun mengalami masa-masa sulit, masa adaptasiku dari sekolah di SLB setara SD dimana aku banyak memiliki teman-teman senasib , menjadi memasuki sekolah SMP negeri biasa dimana aku seperti merasa sendiri dan terasing dibanding teman-temanku yang bisa berbicara. 

“Kamu harus tetap kuat ya Ver. Ibu percaya kamu bisa seperti anak-anak yang lain, bahkan lebih.”, kata Ibuku setiap kali aku pulang sekolah dengan tangisan membasahi mata dan pipiku.
Ya, memang sejak Ayah meninggal saat aku berusia satu tahun, praktis hanya Ibu yang selalu tulus mendukungku dan menyemangatiku setiap kali aku merasa sedih, terutama karena kekurangan yang aku miliki.

Sebuah tepukan di bahu menghentikan lamunanku. Kulihat di sampingku telah berdiri Ibuku yang tampaknya telah berdiri di situ sejak tadi.

“Kenapa kamu menangis, Nak?”, tanya Ibuku lewat gerakan tangannya.
Kuseka air mata di pipi dan mataku dengan kerah dan lengan bajuku.

“Gak apa-apa bu. Coba Ibu baca surat ini”, kataku sambil kuserahkan kertas tadi kubaca.
Ibu mulai membaca tulisan di kertas itu. Lama dia terdiam. Kulihat air mata mulai menitik di sudut matanya. Kuambil tissue yang ada di meja kasirku, dan kuseka air mata di mata Ibu. 

“Ibu menyayangimu Nak. Ibu mau ikut mengantar boneka ini ke tempat Ratih..”, kata Ibu padaku lewat jemari-jemari tuanya.

***
Keesokan harinya, di rumah Ratih..

“Hallo Ratih...
Selamat ulang tahun ya. Semoga kamu suka dengan kado yang Kak Lisa beliin buat kamu.
Semoga Ratih gak sedih lagi ya di sekolah.
Pasti Ratih bingung kok yang ngasih kadonya orang lain.
Nama Kakak yang kasih hadiah ini adalah Kak Vera. Dia sama kayak kamu. Liat deh, dia gak sedih kan meski punya kekurangan. Kakak pengin kamu juga bisa semangat kayak dia dan ga sedih karena punya kekurangan. Kakak percaya kok Tuhan pasti adil kasih kelebihan dan kekurangan ke umat-Nya. Nah, selain punya kekurangan, Tuhan pasti juga kasih banyak kelebihan ke Ratih. Kalo gak percaya, coba deh ajak ngobrol Kak Vera. Dia baik kok...
Yaudah, semoga Ratih bisa panjang umur, tambah pinter, dan ga sedih-sedihan lagi.
Salam sayang ,  Kak Lisa.
 
Kulihat senyum mengembang di bibir Ratih saat menatapku. Kugerakkan tanganku untuk berbicara kepadanya...
“Halo Ratih. Ini Kak Vera. Selamat Ulang Tahun ya...”
Tak kuduga, dia menjawab sapaanku kepadanya.
“Halo Kak Vera. Makasih ya Kak....”
Kulirik sedikit celah pintu yang terbuka. Beberapa senyum dan pasang mata bahagia berdiri di sana.


ditulis oleh saya (@rbennymurdhani) dan @Victoriadoumana

Jumat, 13 Januari 2012

DAG DIG DUG

Jantungku terasa semakin cepat berdetak. Keringat mengucur deras dari kening, tangan dan lekukan-lekukan tubuhku lainnya.

Dag...dig...dug....

Seorang pria berdiri di depan pintu gudang itu. Pak Dedy, pria yang dulu sempat menjalin kerjasama bisnis denganku. Pria yang menghabiskan waktunya di kantor sedangkan istrinya menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang denganku. Bukan salahku bila ada wanita yang membayarku mahal hanya untuk memberinya kenikmatan yang selama ini tak pernah ia dapatkan dari suaminya.

“Keluarlah. Aku tahu kau ada dimana. Sembunyi dimanapun kau akan kutemukan”.
teriak pria itu kepada seseorang yang aku yakin itu adalah diriku.

“Keluarlah sekarang. Jangan harap kau akan bisa selamat dariku..”, teriaknya lagi.

Kotak kardus ini terasa semakin pengap untuk tubuhku ini. Dari lubang seukuran jari yang kubuat sendiri, kulihat pria itu berdiri sembari melayangkan pandangannya ke arah tumpukan kardus di gudang ini, termasuk kardus tempat aku bersembunyi dari kejarannya.

Dag dig dug....

“Bajingan kelamin, keluar kau...”, suara itu kudengar diantara suara-suara kardus yang gaduh. Sepertinya Pak Dedy mulai menendang atau memukul tumpukan kardus yang berserakan di dalam gudang ini. Entahlah apa yang dia lakukan di luar sana. Aku hanya berusaha tak bergerak agar ia tak menemukan kardus tempatku bersembunyi ini.

“Dimana kau bajingan?”
Kurasakan suaranya semakin mendekat ke tempat persembunyianku ini.

Tiba-tiba..
KRIIIIIIINGGGG.....KRINGGGGGGG...
+6289003899900
Istri Pak Dedy calling

Ponsel di kantong celanaku berbunyi. Aku lupa mematikannya.
TERLAMBAT....

NB:
Diikutsertakan dalam proyek #15HariNgeblogFF hari kedua dengan topik "Dag Dig Dug" yang diadakan oleh Mbak @WangiMS dan Mas @momo_DM.
EDISI KETAUAN.......

Masa Pertumbuhan Kita

Kalian pasti pernah menerima ucapan dari teman atau saudara kalian dengan bunyi kira-kira seperti ini " Makan yang banyak ya. Kan lagi ...