Matahari
tengah berada di titik tertinggi saat rombongan kantorku sampai di Danau
Bedugul ini. Dan setelah hampir setengah jam melihat-lihat keindahan di danau ini, tubuhku sedikit merasa letih. Segera kucari tempat duduk di ujung jalan setapak ini.
“Air
air Pak...”, suara seorang anak kecil sampai di telingaku dan membuatku melirik
ke arahnya suara itu terdengar. Kebetulan memang, air di botolku telah habis
dari tadi.
Kucari
darimana suara anak kecil. Nampak tak kurang dari 15 meter di depanku, kulihat
seorang anak yang tampak meneriakkan kata-kata “air..air” tadi. Seorang anak
lelaki dengan sekardus air mineral dibawanya di depan. Terlihat sedikit kesusahan anak itu
membawanya.
Seakan
tertarik oleh tatapan mataku, anak kecil itu balik menatapku, lalu mengarahkan langkahnya
menuju ke tempatku berdiri.
“Air air
Om...?” ucapnya sembari menyodorkan sebuah air mineral dalam gelas. Mata
kecilnya yang sayu membuatku merasa kasihan. Kulihat kardusnya yang dibawanya,
masih penuh dengan gelas-gelas air mineral. Mungkin baru laku 4 buah hingga
siang ini.
“Berapaan
dik?”, tanyaku.
“1000
rupiah aja Om?” jawabnya.
Kurogoh
kantong celanaku, mencoba mengambil uang lima puluh ribuan di dalamnya. Segera
setelah menemukan selembar uang lima ribuan, kusodorkannya kepada anak itu.
“Ini...Om
beli satu.”
Anak
itu tak segera menyerahkan air mineral itu kepadaku, maupun menerima uang yang
kusodorkan padanya. Wajahnya nampak kebingungan.
“Saya
tidak ada kembaliannya Om. Kalau memang Om mau menunggu, biar saya tukarkan
dulu ke warung di seberang jalan sana. 10 menit saya kembali kesini”, katanya.
“Sudah,
kamu ambil saja kembaliannya dik.”, timpalku membalas ucapannya, sembari menyisipkan
uang lima ribuanku ke dalam genggaman tangannya.
“Tidak
Om. Orang tua saya mengajarkan saya untuk berjualan secara jujur. Om, tunggu
saja disini ya. Saya tukarkan dulu uang Om..”
Segera
setelah mengatakan itu, tubuhnya segera melesat pergi. Ia pergi berlari ke arah
seberang jalan, dimana toko-toko buah berderet di sekitaran danau ini. Ia
berlari tanpa memperdulikan sekardus air mineral yang kini teronggok di dekat
tempatku berdiri.
Kuambil
dompet di saku belakang celanaku. Kubuka, dan kuambil selembar uang 50 ribuan,
lalu menyelipkannya di antara susunan air mineral gelas di dalam kardus.
Senyum
mengembang di bibirku
“Semoga
berguna ya dik..”.
***
Setengah jam kemudian
"Kemana anak lelaki itu", kataku dengan perasaan gusar. Sudah hampir setengah jam dia tak kembali ke sini.
"Apa dia memang tak kembali lagi kesini, karena merasa uang yang kubayarkan tadi sudah melebihi harga beli sekardus air mineral ini, sehingga ia ingin mengambil keuntungan dari situ.", terbersit di pikiranku. Namun suara teman kantorku tiba-tiba memutus lamunanku.
"Wan, yuk ke bis. Udah disuruh kumpul tuh..", ucap Radit sembari menepuk pundakku.
"Oh, udah disuruh kumpul ya...Emm...", balasku. Pikiranku kembali ke anak itu dan sekardus air mineral yang ditinggalkannya bersamaku.
"Yaudah yuk dit ke bis. Tapi aku kembalikan dulu ya titipan temanku ke sana", kataku pada Radit sembari menunjuk ke arah warung buah-buahan dekat tempat parkir bis rombonganku.
"Oke Wan. Tak tunggu di bis ya. Jangan lama-lama ya, biar bisa lanjut ke objek wisata selanjutnya"
"Oke Dit".
Radit berjalan meninggalkanku. Setelah itu, kubawa sekardus air mineral dagangan anak kecil itu. Aku berjalan sedikit cepat ke arah warung buah tempat dimana anak kecil itu kulihat tadi.
Sesampainya di warung..
"Ibu, permisi. ", kataku mencoba memberi salam kepada Ibu pemilik warung.
"Oh iya Mas. Ada apa ya. Mau beli buah apa...?", tanyanya sembari tersenyum.
"Emm enggak mau beli buah bu. Ini tadi kan saya beli air mineral dari seorang anak kecil. Karena dia tidak punya uang kembalian untuk saya, jadi dia meninggalkan sekardus air mineral yang saya bawa ini dan berlari ke arah sini untuk mencari uang kembalian. "
"Dan tadi yang saya liat, anak kecil itu sempat berlari ke arah sini. Jadi saya ingin menitipkan kardus ini, karena saya harus pergi dari sini dan melanjutkan perjalanan saya. Saya bisa titip disini kan ya bu?."
Ibu itu tak menjawab sepatah. Roman sedih sekaligus bingung seketika muncul di wajahnya.
"Kenapa bu? Sepertinya ada sesuatu.." tanyaku.
Air matanya nampak berkaca-kaca.
"Wayan namanya. Tadi dia memang kesini untuk menukarkan uang lima puluh ribuan, tapi karena warung saya baru buka, jadi saya menyuruhnya untuk pergi ke warung lain untuk menukarkan uang itu. Tapi......"
Ucapannya terhenti, seakan menunggu sesuatu untuk diungkapkan.
"Tapi ketika dia berlari ke arah warung dari sini menuju warung yang ada di pojok jalan sana, Wayan tertabrak mobil yang datang tiba-tiba dari arah belokan itu. Dan...."
Aku panik sekaligus penasaran.
"Wayan meninggal di tempat Mas.." sambungnya..
Tubuhku tiba-tiba terasa lemas. Pikiranku melayang entah kemana.
Sekardus air mineral yang dari tadi kupegang, seketika terjatuh dari tanganku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa komentarnya ya....:))