Hujan Akhir Oktober
31
Oktober 2012-
Kupandangi
jalanan di luar sana dari sudut jendela di samping bilik warnet ini. Hujan
turun sepanjang hari tadi. Sudah hampir 3 jam hujan terus menerus dari pukul 1
siang tadi. Udara dingin akibat hujan pun mulai terasa di tubuhku. Apalagi
ruangan warnet ini pun dilengkapi dengan pendingin ruangan, dan lagi bajuku pun
sedikit basah terkena hujan saat tadi berlari dari parkiran motor menuju pintu
masuk warnet.
Kulirik
pojok kanan layar komputer.
Sudah
pukul 16.15.
“Kemanakah
dia”, tanyaku dalam hati.
Tiba-tiba
ponselku bergetar. Sebuah pesan masuk ke inbox ponselku.
+087448389292,
Oktalia
“Aku
dah sampai di warnet ni. Kamu di bilik berapa Bil?”
Segera
kuketikkan sebuah pesan untuk membalas pesan tersebut.
“Aku
di bilik 8. Di pojok kiri dari pintu masuk warnet. Kamu langsung ke sini ya”
Sent...
Tak
lama aku mengirim balasan pesan singkat tersebut, sebuah ketukan terdengar dari
luar bilik komputerku diiringi suara wanita yang kutunggu dari tadi.
“Bil,
ini benar bilik kamu kan?” suara wanita itu terdengar dari luar bilik
komputerku ini.
Tubuhku
bangkit dari tempat duduk, dan sedikit melongok ke luar bilik. Ya, itu benar
suara Windi.
Kubuka
kunci pintu bilik komputerku ini.
“Hei
Wind. Ayo duduk sini.” jawabku terhadap ketukan suara.
Yang
dipersilakan masuk tanpa banyak bicara langsung duduk di sampingku. Hawa hangat
seketika menyergap sekujur tubuhku. Hangat yang berasal dari hatiku yang selalu
hangat setiap Windi ada di dekatku.
“Bil,
aku mau ngomong hal serius sama kamu.
Tentang aku dan kamu”, kata Windi tiba-tiba kepadaku. Kutatap wajahnya.
Bibirnya tersenyum menatapku.
Apakah dia akan mengatakan cinta kepadaku duluan. Aduh,
padahal aku pun ingin mengatakan perasaanku saat ini.
“Oh
ya. Aku pun mau ngomong sesuatu sama kamu Wind. Tapi kamu dulu deh yang
ngomong. Kayaknya kamu lagi seneng banget ni “, jawabku.
Kusiapkan
telingaku lebar-lebar, selebar hatiku yang siap untuk menerima hatinya secara
resmi sebagai seorang pacar. Hatiku berdegup kencang. Tak sabar rasanya ingin
mendengar dia akan mengatakan perasaaannya kepadaku.
“Aku
mau menikah dengan Robi. Lusa depan orang tuanya Robi datang ke rumah untuk
melamar secara resmi. Robi sendiri sudah melamar aku kemarin. Lihatlah ini”,
ucap Windi sembari menunjukkan sebuah cincin emas bermata berlian yang
melingkar di jari tengahnya.
Tubuhku
serasa mati seketika. Dengan sekuat tenaga, kugerakkan lidahku yang tiba-tiba
saja seperti kehilangan tenaga untuk berbicara begitu mendengar perkataan Windi
tadi.
“Wah.
Selamat ya Wind. Aku sebagai sahabat kamu turut seneng ngeliat kamu seneng
gini.”, ucapku.
Windi
tersenyum kepadaku. Senyum yang tiba-tiba saja terasa begitu menyakitkan di
hati.
“
Nah kan aku dah ngomong sesuatu itu ke kamu. Nah giliran kamu Bil. Kamu mau
ngomong apa ke aku?” tanya Windi kepadaku.
"Emm..gak penting kok Wind. Tadi cuma mau tanya kamu nanti pulang ke rumah naik apa".
Aku menjawab sekenaku. Semoga saja ia tak menanyaiku lebih lanjut.
"Halah kamu ini Bil. Aku kira kamu mau ngomong hal penting apaan. hehe.."
Windi pun tersenyum sambil tangannya mencubit lenganku.
Andai kamu tahu Wind bahwa aku sebenarnya ingin mengatakan bahwa aku ingin kamu jadi pacar aku Wind, tak cuma jadi sahabatku. Ya, semua memang sudah terlambat.
Kutatap lagi sejenak ke luar warnet. Hujan turun dengan derasnya. Alam seakan menggambarkan perasaanku kesedihanku saat ini.
K
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa komentarnya ya....:))