(BUKAN)
TANGISAN SEORANG LELAKI
Malam
itu Pantai Kuta terasa begitu sunyi bagiku. Kesedihan hatiku seakan membuatku
merasa sendiri di pantai yang bahkan saat malam hari pun ramai dikunjungi orang.
Aku tak peduli apa anggapan orang yang melihatku menangis dari tadi.
***
8 bulan sebelumnya
“Maya,
tipe cowok idaman kamu seperti apa sih”, tanyaku kepada sahabatku Maya.
“
Aku suka cowok yang tinggi, cakep dan pinter. Ya seperti Reza Rahardian gitu
lah”, jawab Maya dengan wajah berseri-seri.
“Kalo
kamu, Van?”, ia balik bertanya kepadaku
Gelas
yang ada tanganku sedikit bergoyang. Kutarik nafas dalam-dalam. Pikiranku
mencoba menerawang. Mencoba mencari dan mereka-reka kriteria cowok idaman
seperti apa yang biasanya diidam-idamkan oleh para wanita normal. Ya, wanita
normal. Bukan seperti aku, wanita yang menyukai sesama wanita. Dan wanita yang
kusukai itu adalah sahabatku sendiri, Maya, yang kini ada di hadapanku.
“Emm...ya
sama kok kayak kamu. Yang putih, tinggi, dan tampangnya cakep.”, jawabku asal.
“Wah
saingan dong kita ya Van. Semoga saja jodohku nanti sesuai dengan kriteriaku
cowok idamanku. Amin Ya Tuhan..”
“Ngarep
banget kamu May.”, kataku sambil menjitak kepalanya. Maya pun membalas dengan
hal yang sama. Dan tawa di antara kami berdua menjadi penghangat malam ini.
“Aku
sayang kamu May, dan aku berjanji akan membantu kamu mewujudkan mimpimu itu”,
ucapku dalam hati.
Amin..Ya Tuhan.
****
“Kamu
memang brengsek Van. Gak nyangka kamu setega ini membohongiku aku.”, bentak
Maya kepadaku. Perlahan terdengar isak tangis dari dirinya. Seketika itu juga
tubuhku terasa berat sekali. Semua pengorbanan yang aku lakukan selama ini
untuk Maya telah sia-sia.
“May,
tapi aku ngelakuin ini semua buat kamu. Aku sayang kamu. Aku jadi seperti ini
juga demi kamu”, jawabku. Isak tangisnya tak berhenti. Ingin rasanya memegang
dan memeluknya, tapi kini aku bahkan takut hanya untuk menyentuh dirinya. Aku
takut karena aku telah membuatnya kecewa.
“Tapi
kenapa Van kamu harus ngelakuin ini. Kenapa kamu harus sampai mengoperasi
dirimu dan datang kepadaku kembali dalam sosok Ivan Wijaya.”
Lanjutnya
“Dan
kenapa aku bisa mencintai seorang Ivan Wijaya, tipe pria idamanku, yang ternyata adalah Vania Susanto, sahabat
wanitaku sendiri..”
Aku
hening mendengar dan menerima semua lampiasan kemarahan dan kesedihan Maya.
Wanita yang benar-benar kucintai sepanjang hidupku, dan kini sedang berdiri di
hadapanku. Menangis dan marah karena segala perbuatan yang telah kuperbuat
kepadanya.
“Mulai
saat ini, hubungan persahabatan atau apapun itu, selesai sampai disini. Jangan
kejar aku dan hubungi aku lagi. Aku menganggap tidak pernah mengenal Vania
Susanto atau Ivan Wijaya di dalam hidupku.”
Selesai
mengucap hal tersebut, Maya berlari ke pinggir jalan di tepian pantai Kuta ini.
Tak lama kulihat sosoknya telah masuk ke dalam taksi berwarna kuning yang lalu
membawanya pergi.
Aku
hanya terdiam mematung. Kakiku terasa berat untuk melangkah dan mengejarnya.
Lidahku pun kelu, bahkan untuk sekedar berteriak memanggil namanya.
Ya,
aku Ivan Wijaya alias Vania Susanto, telah kehilangan cinta yang ia kejar
selama ini. Cinta yang telah membuatku melakukan operasi kelamin, dari seorang
wanita menjadi seorang pria.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa komentarnya ya....:))