Sebuah cerita indah akan selalu terkenang
selama-lamanya, seperti halnya 3 hari perjalanan dari Jakarta sampai Jogja yang
dilalui Nikolas Saputra dalam film “3 Hari Untuk Selamanya.
Pada bulan Oktober yang lalu, 7 orang
blogger Indonesia menjalani “14 hari Untuk Selamanya” versi mereka
masing-masing bersama dengan tim Daihatsu. 7 orang blogger tersebut adalah 5
orang pemenang kompetisi blog “Terios 7 Wonders: Hidden Paradise” yaitu Wira
Nurmansyah, Bambang, Puput, Harris Maulana, dan Giri, serta dua orang travel
blogger yang dipilih oleh tim Daihatsu yaitu Mumun dan Lucia Nancy. Dari
tanggal 1-14 Oktober 2013, mereka melakukan perjalanan dalam serangkaian tur
Daihatsu Terios 7 Wonders: Hidden Paradise ke 7 destinasi wisata yang disebut
sebagai “surga yang tersembunyi” di Indonesia.
Bagi saya, seseorang yang sangat jarang
sekali melakukan perjalanan wisata, menyimak setiap tulisan dari para blogger
yang ikut dalam “Terios 7 Wonders: Hidden Paradise” ini seakan membawa saya
menjadi “blogger ke-8” yang ikut turut serta. Mungkin lucu juga ya kalau tahun
depan Daihatsu mengadakan trip “Terios 8 Wonders: Beautiful Indonesia” dengan
mengajak 8 orang blogger yang salah satunya adalah saya.
Destinasi
Pertama: Desa Sawarna
Perjalanan “Terios 7 Wonders: Hidden
Paradise” ini dimulai dengan pelepasan para blogger, driver, media beserta tim
Daihatsu oleh Bapak Endi. Bertempat di Sentul City, Bellanova Country Mall,
para blogger melakukan doa bersama sebelum melakukan perjalanan selama dua
minggu. Segera setelah acara pelepasan selesai, perjalanan dimulai.
|
Sumber foto: http://daihatsu.co.id/terios7wonders/2013/ |
Destinasi pertama tim Daihatsu 7 Wonders adalah
desa Sawarna. Desa ini terletak di Provinsi Banten, tepatnya di Kecamatan
Bayah, Kabupaten Lebak. Dari blog Giri, saya mendapat informasi rute sepanjang
180 km yang dilalui dari Sentul menuju desa Sawarna adalah :
Sentul
– Pamoyanan – Cijeruk – Lido – Cicurug - Sukabumi lewat jalur
alternatifnya – Pelabuhan Ratu – Citepus – Cisolok – Bayah – Pantai Sawarna
Sebelumnya saya bingung mana yang benar
apakah nama destinasi wisata ini adalah desa Sawarna atau Pantai Sawarna. Baru
setelah saya membaca lebih detail tulisan para blogger, saya tahu bahwa
ternyata di desa Sawarna ini terdapat beberapa destinasi wisata, dua yang
paling terkenal adalah Pantai Ciatir Sawarna dan Pantai Tanjung Layar. Dua pantai
inilah yang menjadi tujuan tim Daihatsu 7 Wonders kali ini.
Pantai Ciatir dan Pantai Tanjung Layar
ini memiliki karakteristik yang sedikit berbeda, dimana Pantai Ciatir memiliki
pasir pantai yang lembut, sedangkan Pantai Tanjung Layar yang merupakan
“landmark” dari Desa Sawarna ini adalah pantai berkarang. Sayangnya, keindahan
karang di pantai ini harus dirusak oleh keisengan para pengunjung tak
bertanggungjawab yang mencorat coret dan menulis di dinding karang.
Untungnya rasa kesal tim Daihatsu 7
Wonders terhadap aksi vandalism tersebut sedikit terobati dengan menikmati
keindahan langit di kala matahari tenggelam.
Ya, menikmati matahari tenggelam di antara sela-sela batu karang yang
menjulang tinggi di Pantai Tanjung Layar memang seakan berada di “hidden
paradise. Andai saja saya bisa ada disana.
|
sumber foto:
backpackology.me |
Oh iya, Bambang, salah satu blogger dengan
detil sampai menceritakan bagaimana ia berburu sunset di Pantai Tanjung Layar
ini. Kalau tertarik untuk membaca, silahkan baca
disini.
Destinasi
Ke-2: Desa Kinarejo
Setelah dibawa bermain air, menikmati
angin laut dan mengabadikan momen sunset di belantara batu karang di Desa
Sawarna, selanjutnya para blogger beserta tim Daihatsu 7 Wonders bergerak ke
arah timur, menuju ke “hidden paradise” yang kedua. Apa itu?
Destinasi “hidden paradise” yang kedua
adalah Desa Kinarejo. Buat yang belum mengenal Desa Kinarejo, pasti akan lebih
mengenal sosok Mba Maridjan. Sosok juru kunci Gunung Merapi yang tiga tahun
lalu, tepatnya tanggal 5 November 2010, meninggal akibat terjangan awan panas
Gunung Merapi yang lebih familiar disebut “wedhus gembel”. Yap, Desa Kinarejo
adalah desa tempat tinggal almarhum Mbah Maridjan yang sekaligus menjadi saksi
bisu keganasan Gunung Merapi di kala meletus.
Di desa ini, tim Terios 7 Wonders
melakukan kegiatan bakti sosial untuk para warga yaitu dengan penanaman 10.000
pohon, dengan didukung oleh Pemerintah Provinsi DIY dan penduduk setempat,
serta pemberian beasiswa bagi 10 orang anak yatim yang berprestasi di desa
tersebut. Setelah semua acara seremonial selesai, barulah petualangan di jalur
lava atau kerap disebut lava tour Gunung Merapi dimulai.
|
Sumber foto:
lucianancy.com |
Jika di desa Sawarna, mobil Daihatsu
Terios yang digunakan tim belum terlalu mendapatkan banyak tantangan, maka di
tempat inilah tantangan bagi mobil Daihatsu Terios dimulai. Jalanan yang
menanjak dengan jalan yang berselimut debu vulkanik menjadikan “lava tour” ini
menjadi ujian bagi ketangguhan Daihatsu Terios yang memiliki sebutan “Sahabat
Petualang”. Dan ternyata sebutan tersebut tak sekedar tagline saja, karena
jalanan “lava tour” yang biasanya hanya dilalui oleh mobil jip 4WD (four wheel drive) dan truk pengangkut
pasir, kini dilalui oleh mobil Daihatsu Terios TX yang bukan 4WD sambil membawa
tim Daihatsu Terios 7 Wonders.
Di dalam “lava tour” ini pula, tim
Daihatsu Terios 7 Wonders mengunjungi Museum Sisa Hartaku yang terletak di desa
Kepuharjo, sekitar 5 menit perjalanan dengan mobil dari Desa Kinahrejo. Museum
ini dibangun atas inisiatif Riyanto beserta keluarganya, setelah melihat
rumahnya yang menjadi lokasi Museum ini telah rusak parah, termasuk
barang-barang dan ternak yang tak sempat ia bawa ke tempat pengungsian saat
tanggal 5 November 2010 Gunung Merapi memuntahkan isi perutnya.
|
Sumber foto:
lucianancy.com |
Destinasi
Ke-3: Ranu Pani
Bagi yang sudah pernah menonton film 5 cm
yang sempat heboh beberapa bulan yang lalu pasti seperti dibawa nostalgia film
tersebut begitu mendengar kata “ Ranu Pani”. Ya, Ranu Pani adalah desa terakhir di kaki
gunung Semeru yang masih bisa dijangkau dengan mobil. Desa ini sekaligus
menjadi pos tempat para pendaki harus mendaftarkan dirinya sebelum mendaki
gunung Semeru.
Begitu tiba di Ranu Pani, tim Daihatsu
Terios 7 Wonders langsung disambut oleh warga Suku Tengger di rumah salah satu
dari mereka. Sejenak mereka dijelaskan mengenai filosofi rumah masyarakat Suku
Tengger dimana mereka menyatukan pawon alias
dapur dengan ruang tamu, dengan tujuan untuk lebih mengakrabkan para tamu.
Sembari dijelaskan, tim Daihatsu Terios 7 Wonders dipersilakan untuk menyantap
sajian makanan khas Tengger: jagung putih penggati nasi, sepotong ayam utuh,
sayuran bunga kol yang masih muda, serta sambal plecing Tengger. Dari deretan
menu tersebut, yang paling membuat air liur saya menetes adalah sambel plecing
Tengger yang konon terkenal akan pedasnya. Lihat saja bagaimana Lucia Nancy
menuliskan komentar salah seorang driver ketika mencoba sambel ala Ranu Pani
tersebut.
“Gileeee, pedesnya bisa bikin ane sampe afal Quran ini mah!”,kata Iman, salah satu driver yang terkenal dengan logat
Betawi kentalnya tiba-tiba nyeletuk dan berhasil membuat saya keselek dan tidak
berhenti tertawa selama semenit.
|
Sumber foto: lucianancy.com |
Usai beramah-tamah dan menikmati lezatnya
kuliner asli masyarakat Suku Tengger, tim Daihatsu Terios 7 Wonders menuju
tepian danau Ranu Pani untuk beristirahat malam itu. Namun, ternyata kelelahan
selama perjalanan ternyata tak mampu membuat tim Terios 7 Wonders untuk
langsung menuju ke peraduan. Langit Ranu Pani yang malam itu seakan ingin
memberikan hadiah “sejuta bintang” tak ayal lagi menjadi semacam ladang berburu
foto bagi tim Terios 7 Wonders. Saya jadi membayangkan seandainya saya bisa
disana bersama pasangan saya. Pasti sungguh terasa romantis.
|
Sumber foto:
wiranurmansyah.com |
Pagi harinya, sebelum meninggalkan Ranu
Pani untuk menuju “Hidden Paradise” yang ke-4, tim Terios 7 Wonders memberikan
bantuan berupa beberapa buah tong sampah kepada warga Ranu Pani.
|
Sumber foto:
wiranurmansyah.com |
Perjalanan tim Terios 7 Wonders pun
dimulai kembali. “Hidden Paradise” seperti apakah yang akan menjadi tujuan tim
Terios 7 Wonders berikutnya?
Destinasi
Ke-4: Taman Nasional Baluran
Setelah dibawa menikmati langit sejuta
bintang sembari mendekap tubuh erat-erat karena dinginnya udara di tepian Danau
Ranau Pani, kini saatnya tim Terios 7 Wonders menjelajahi kehidupan liar di
Taman Nasional Baluran yang menjadi “Hidden Paradise” ke-4 dalam perjalanan
ini.
Taman Nasional Baluran terletak tak jauh
dari Pelabuhan Ketapang Banyuwangi, tepatnya di
wilayah
Banyuputih, Situbondo, Jawa Timur, Indonesia. Baluran ini mendapat julukan
“Africa Van Java” karena vegetasi savana yang kering dan berdebu, dengan
dominasi warna coklat, seakan membawa setiap pengunjung taman nasional seluas
250 km persegi ini ke suasana savana di Afrika. Kondisi savanna yang kering dan
sangat rawan terbakar ini membuat tim Terios 7 Wonders harus benar-benar
menjaga agar jangan sampai ada anggota tim yang membuat puntung rokok
sembarangan, seperti apa yang ditulis Puput dalam blognya.
Mumun, segera
memperingatkan semua anggota tim agar tidak membuang puntung rokok sembarang.
“Puntung rokok jangan dibuang sembarang, ditelan aja” demikian terdengar
sayup-sayup peringatan di HT kami.
Di Baluran ini, tim Terios 7 Wonders
sempat mencicipi “safari night” ala Baluran. Tim Terios 7 Wonders diajak untuk
berjalan kaki di dalam Savana Bekol ini dengan dipandu oleh Pak Indra, salah
satu guide yang mengajak mereka bersafari malam. Tak banyak yang bisa tim lihat
selain bayangan-bayangan rusa dan kerbau yang melintas serta beberapa jenis
burung liar.
Baluran memang terlihat lebih indah di
pagi hari daripada siang ataupun malam hari. Tak heran, begitu mentari sedikit
menyembulkan dirinya, tim Terios 7 Wonders langsung sibuk dengan kamera
masing-masing mengabadikan momen sunrise yang
ada di depan mata.
|
Sumber foto:
harrismaulana.blogdetik.com |
Sebelum beranjak menuju “Hidden Paradise”
berikutnya, tim Terios 7 Wonders menyempatkan diri menuju gardu pandang Taman
Nasional Baluran yang merupakan tempat terbaik untuk melihat taman nasional
ini, termasuk suguhan kemegahan Gunung Baluran dan Argopuro yang terlihat jelas
dari gardu pandang ini.
|
Sumber foto:
wiranurmansyah.com |
Destinasi
Ke-5: Desa Sade Rambitan
Jika empat “Hidden Paradise” sebelumnya
ada di Pulau Jawa, maka kali ini tim Terios 7 Wonders harus menyeberangi dua
selat yaitu Selat Bali dan Selat Lombok untuk menuju “Hidden Paradise” ke-5 yang
ada di Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Desa Sade Rambitan, demikian
orang banyak mengenalnya menjadi tujuan ke-5 surga tersembunyi yang tengah
diburu oleh tim Terios 7 Wonders.
Untuk mencapai desa ini, tim Terios 7
Wonders tidak terlalu mengalami kesulitan karena letaknya ada di pinggir jalan
raya Praya di daerah Rembitan, Lombok Tengah, memakan waktu sekitar 45 menit –
1 jam dari pusat kota Mataram. Berbeda dengan empat surga tersembunyi
sebelumnya yang lebih menonjolkan pada kekayaan alam, maka desa ini menjadi
semacam penyegar bagi tim yang sedari awal telah banyak melihat keindahan
gunung dan pantai.
Di Desa Sade Rambitan, tim diajak untuk
lebih mengenal bagaimana kehidupan Suku Sasak yang mendiami desa tersebut serta
belajar kearifan lokal yang mereka miliki. Banyak sekali kearifan lokal yang
tim pelajari disini, diantaranya yang sangat menarik bagi saya adalah ternyata
masyarakat Suku Sasak rajin mengepel lantai rumahnya dengan kotoran kerbau.
Mereka mengatakan bahwa kotoran kerbau mampu membuat lantai rumah mereka yang
terbuat dari tanah liat menjadi mengkilap. Kotoran kerbau yang di dalam pikiran
saya adalah “kotoran yang berbau tidak enak” ternyata tidak menimbulkan bau
sama sekali.
|
Sumber foto:
lucianancy.com |
Ada beberapa kearifan lokal lainnya yang
tidak kalah unik seperti tradisi menculik pasangan yang ingin dinikahi. Hehe..
Disini Wira jago sekali menggambarkan kisah si Iman yang menculik gadis yang
sangat dicintainya, yaitu Uci (Entah kenapa Wira memilih nama Uci yang
merupakan nama panggilan Lucia Nancy..hehe). Coba saja baca kisah Iman yang
menculik Uci di blog
Wira.
Usai menikmati kekayaan budaya di Desa
Sade Rambitan ini, termasuk melihat hasil tenun penuh warna-warni khas Sasak,
tim Terios 7 Wonders pergi menuju Pondok Pesantren Almasyhudien Nahdlatulwathan
yang mengelola beberapa sekolah untuk memberikan bantuan buku untuk
perpustakaan sekolah dalam program Corporate Social Responsibility (CSR) Pintar
Bersama Daihatsu.
|
Sumber foto: harrismaulana.blogdetik.com |
Oh iya, di perjalanan kali ini, para
blogger ternyata diberi kejutan tambahan oleh tim Terios 7 Wonders. Apa itu?
Selepas melakukan kegiatan CSR di Pondok Pesanter Amlasyhudien, tim mengunjungi
2 pantai yang merupakan “Hidden Paradise” Pulau Lombok yaitu Pantai Pink dan
Pantai Selong Belanak.
|
Pantai Pink (Sumber foto: harrismaulana.blogdetik.com) |
|
Pantai Selong Belanak (Sumber foto: indohoy.com) |
Destinasi
Ke-6: Dompu
Bagi para pria yang besar di tahun 90-an
pasti dulu pernah mendengar kehebohan dan kesaktian “susu kuda liar asli
Sumbawa” yang dipercaya memberikan kejantanan para pria. Nah, di destinasi “Hidden
Paradise” ke-6 inilah tim Terios 7 Wonders bergerak menuju ke Dompu, salah satu
tempat pemerahan susu kuda liar.
Setelah membaca artikel dari Harris
Maulana
disini,
saya baru tahu bahwa ternyata “kuda liar” itu dipelihara oleh penduduk. Simak
saja penuturan Harris Maulana dalam blognya berikut ini:
Jadi mereka memelihara
kuda-kuda tersebut dan setiap pagi melepasnya untuk mencari makan sendiri
seperti halnya hewan peliharaan lainnya seperti kambing atau ayam. Dan setiap
sore hari mereka kembali pulang ke rumah sang empunya masing-masing.
(Sumber: harrismaulana.blogdetik.com)
|
Proses pemerahan sapi (Sumber foto: harrismaulana.blogdetik.com) |
Destinasi
Ke-7: Taman Nasional Komodo
Akhirnya, tim Terios 7 Wonders sampai di tujuan terakhir yaitu Taman Nasional Komodo. Menurut saya sendiri, Pulau Komodo bukanlah sebuah "Hidden Paradise" karena Taman Nasional Komodo sudah terkenal di dunia, apalagi pada beberapa waktu yang lalu,Taman Nasional Komodo ditetapkan sebagai salah satu dari New 7 Wonders berdasarkan situs www.n7w.com.
|
Pemandangan dari bukit di Taman Nasional Komodo (Sumber foto: harrismaulana.blogdetik.com) |
|
|
Ternyata ada sebuah kisah yang menceritakan mengenai Komodo dan Putri Naga. Demikian tulis Harris Maulana berdasarkan cerita yang ia dengar saat rombongan Tim Terios 7 Wonders menaiki Kapal Playaran menuju Pulau Komodo.
Alkisah beberapa waktu yang lalu hidup di sebuah desa seorang
pemuda yang menikahi seorang wanita bernama Putri Naga yang datang dari
negeri seberang. Tidak lama setelah menikah sang putri hamil dan
beberapa waktu kemudian melahirkan bayi kembar. Namun kedua anak kembar
tersebut berbeda, yang satu berwujud manusia, sedangkan kembarannya
menyerupai seekor kadal. Karena malu salah satu anak kembarnya berbeda
dengan bayi lainnya, maka anak yang menyerupai kadal dibuang ke sebuah.
Waktu terus berjalan hingga anak kembar beranjak besar, sampai
suatu hari anak tersebut berburu dan hendak memanah salah satu hewan
buruannya berupa seekor komodo. Namun saat hendak memanah sang ibu
mencegahnya. “Jangan bunuh dia nak, dia adalah saudara kembarmu!” ujar
sang ibu. Sang anak tentu kaget dan menjawab, “Mana mungkin bunda aku
memiliki saudara seekor komodo?”
Sang ibu lalu menjelaskan, “Beberapa tahun lalu bunda melahirkan
bayi kembar. Dirimu dan komodo itu. Coba lihatlah tangan komodo tersebut
dan ada tanda lahir yang sama denganmu!” Dan benar saja ketika
diperiksa di kedua tangan mereka terdapat tanda lahir yang sama. Dan
akhirnya sang anak tidak jadi membunuh komodo yang ternyata kembarannya
tersebut.
***
Yang unik di Pulau Komodo adalah ternyata disini ada juga Pantai Pink lho. Jadi Pantai Pink tidak hanya ada di Pulau Lombok lho.
|
Pantai Pink di Pulau Komodo (Sumber foto: harrismaulana.blogdetik.com) |
Yihaaaaa. Melihat perjalanan tim Terios 7 Wonders mengunjungi 7 Hidden Paradise rasanya membuat saya yang dasarnya "jarang berwisata" jadi ingin menyisakan uang dan pergi berlibur. Ya syukur-syukur saya bisa dapat hadiah dari lomba blog Terios 7 Wonders ini yang hadiah pertamanya uang sebesar Rp. 5.000.000,00. Ya siapa yang tahu kan. :)
Bukti Follow Twitter
Bukti Post