seperti
aku
seperti
jiwaku
menyusuri
telaga waktu
seperti
langkahku
sejenak
berhenti
kau
tampak berdiri
lalu
kau bersiap berlari
meratapi
bumi
“Jangan pernah berdoa dan meminta kepada Tuhan,
jika kau belum siap apabila semua doamu itu terkabul.
Karena kadang doa yang kita minta, memang sebaiknya
tak semuanya harus terkabul.”
***
Hari ke-7.
Rabu, 11 Juli 2012.
Pukul 06.30 WIB
“Selamat pagi, Raga. Apa kabarmu hari ini?”
Kata pria itu kepadaku.
“Aku pergi dulu ya Raga. Baik-baiklah di kamar kita
ini ya.”, katanya sembari tersenyum kepadaku.
Senyum yang sangat dan benar-benar aku benci.
“Anjing bangsat...”, batinku tanpa sedikitpun
kata-kata meluncur dari mulutku.
***
Hari ke – 0
Selasa, 3 Juli 2012
Pukul 22.16 WIB
Kurebahkan diriku di ranjang kamar. Sama seperti
malam-malam biasanya, satu hal yang selalu aku lakukan sebelum tidur malam
adalah memandang ke langit-langit kamar sembari bercerita banyak hal. Banyak
hal yang aku keluhkan dan minta kepada Tuhan, berharap esok paginya saat aku
bangun, akan banyak keajaiban-keajaiban datang dan menyelesaikan
masalah-masalah dalam hidupku.
“Tuhan, seandainya saja aku ini punya kembaran yang
bisa kusuruh-suruh untuk menggantikan pekerjaanku sehari-hari. Jadi aku bisa
dapat uang tanpa aku sendiri harus capek bekerja.”
Hanya doa dan pengandaian itu saja yang kuucapkan
malam itu. Dan seperti biasanya, tanpa pernah mengganggap doa itu serius,
mataku pun memejam dan melepas lelah yang kudapat dari seharian bekerja dan
rutinitas lainnya.
***
Hari ke – 1
Rabu, 4 Juli 2012
Pukul 06.07 WIB
“Selamat pagi, Raga. Apa kabarmu hari ini?”
Kata pria itu kepadaku.
Mataku perlahan terpaksa kubuka begitu mendengar
suara lain, apalagi seorang pria, mengucapkan ucapan selamat pagi kepadaku.
Aku terperanjat begitu melihat dia. Sosok pria
dengan wajah dan perawakan sama denganku kini ada di hadapanku. Dia telah
berpakaian rapi seperti hendak pergi ke kantor.
“Brengsek”, umpatku
dalam hati.
Dia memakai pakaian kantorku. Berani-beraninya dia
memakai pakaianku tanpa izin.
“Siapa kamu?”, tanyaku masih dengan sedikit
ketakutan dan keheranan.
Otakku masih berusaha berpikir jernih. Mimpikah aku
ini. Siapa sosok pria “aku” di hadapanku ini.
“Aku adalah kamu. Kamu adalah aku.”
“Aku ada karena kamu yang memintanya. Bukankah ini
yang kau minta semalam kepada Tuhan”
Ia berkata menjawab pertanyaanku.
“Tapi....”, kataku penuh dengan rasa keraguan.
Matanya menatap lekat kedua mataku.
“Tak perlu ada tapi. Sekarang aku ada sesuai dengan
doamu. Aku akan menggantikan tugas-tugas pekerjaanmu dan rutinitasmu lainnya. Jadi hari ini kamu
bisa beristirahat dengan di kamar saja.”
Pikiran setanku langsung muncul begitu mendengar
dia akan menggantikan tugas-tugas kantorku dan rutinitas nan membosankan yang
biasanya aku lakukan. Senyum licik mengembang di bibirku.
“Baiklah.”
“Hari ini kau kuminta untuk menggantikanku
berangkat ke kantor dan melakukan pekerjaanku disana. Tapi ingat, lakukan
dengan baik karena kau itu adalah aku.”
Kataku panjang lebar kepadanya.
“Oke. Aku berangkat dulu ya Raga. Baik-baiklah di
kamar kita ini ya.”, katanya sembari tersenyum kepadaku. Ditutupnya pintu
kamarku. Perlahan langkah “sepatuku” menjauh meninggalkan kamar.
Kurebahkan lagi tubuhku, dan kutarik selimut untuk
“Terima kasih Tuhan karena kali ini Engkau kabulkan
doaku.”
***
Hari ke – 3
Jumat, 6 Juli 2012
Pukul 06.14 WIB
“Selamat pagi, Raga. Apa kabarmu hari ini?”
Kata “aku” itu kepadaku.
“Selamat pagi, Aku”, balasku.
“Kembaranku, sepertinya tugasmu sudah cukup sampai
kemarin saja. Karena ternyata sungguh tidak enak tidur seharian tanpa melakukan
apapun. Aku ingin kembali ke kantor hari ini dan melakukan aktivitas rutin
sehari-hariku.”
“Oh tidak bisa Raga. Aku tak mau kau kembali ke
kehidupanmu lagi. Aku benar-benar menjadi dirimu. Pekerjaan yang menyenangkan,
dan teman-teman kantor yang cantik, apalagi si Sherly.”
Emosiku mulai naik mendengar perkataannya.
“Kenapa tak kau ajak tidur dia dari dulu. Sherly
itu sudah lama suka padamu. Dan semalam aku berhasil mengajaknya tidur.
Hahaha...”. Suara tawanya meledak memenuhi ruang kamarku.
“Anjinggg
bangsattt.....”, teriakku kepadanya sembari mencoba memukul wajahnya. Si “aku”
yang brengsek.
Pukulanku berhasil dia hindari, dan tiba-tiba..
Tangan kirinya berhasil menghantam sisi kiri
kepalaku.
Semua terasa gelap....
***
Hari ke-7.
Rabu, 11 Juli 2012.
Pukul 06.30 WIB
“Selamat pagi, Raga. Apa kabarmu hari ini?”
Kata pria itu kepadaku.
“Aku pergi dulu ya Raga. Baik-baiklah di kamar kita
ini ya.”, katanya sembari tersenyum kepadaku.
Senyum yang sangat dan benar-benar aku benci.
“Anjing
bangsat...”, batinku tanpa sedikitpun
kata-kata meluncur dari mulutku.
Sudah 4 hari kaki dan tanganku diikatnya. Mulutku
pun ditutupnya dengan lakban. Aku tak bisa bergerak dari ranjang ini, apalagi
untuk keluar kamar.
Hanya kemarahan dan kebencian akan “aku” yang
muncul di pikiranku.
Sekelebat bayang-bayang muncul di pikiranku. Kubayangkan
“aku” sedang bersenang-senang dengan Sherly dan tidur dengannya. Kubayangkan
pula si “aku” sedang asyik bersama dengan keluargaku dan menonton TV bersama di
ruang keluarga.
Perlahan perasaan sesal muncul di nuraniku.
“Tuhan, aku tahu aku salah. Aku minta maaf karena
telah meminta hal-hal yang aneh kepadamu Tuhan.
Ampuni aku Tuhan.”
Air mata menitik dari sudut mataku.
NB:
Ditulis untuk proyek #CerpenPeterpan.
Terinspirasi dari lagu "Aku" dari Peterpan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa komentarnya ya....:))