“Es Krim...Es Krim...., Es Krim Cokelat Diana...”,
“Ayo beli-beli....Es Krim Cokelat Diana”, teriakku dengan suara yang serak, sambil kukayuh sepeda yang setia menemaniku berjualan es krim cokelat setiap hari.
“Es Krim Es Krim...”.
Tiba-tiba, suara dari arah belakang memanggilku.
“Bang........Bang”.
Kutarik tuas remku dan kuhentikan laju sepedaku. Kutuntun perlahan ke tepi jalan.
Seorang anak kecil lelaki berlari dari sebuah rumah dan mendekat kepadaku. Nampak di depan rumah itu, berdiri seorang anak kecil perempuan menatap anak lelaki tadi berlari kepadaku.
“Bang, Es Krim Cokelatnya berapaan bang?”, katanya dengan nafas tersengal-sengal..
“Yang cup ini 4 ribu, kalo yang stik ini 2 ribu.Adek mau beli yang mana.”, tanyaku balik.
Kulirik anak kecil ini. Kulihat sepintas beberapa lembar uang seribuan dalam genggamannya.
“Saya pengin beli yang stik aja bang...”, jawabnya sembari menyerahkan uang ribuan empat lembar.
Kuambil dua buah es krim cokelat dari kotak tempat es krim, lalu kumasukkan ke dalam tas plastik yang telah kupersiapkan di tanganku. Kuserahkan bungkusan tas plastik tersebut kepada anak kecil itu.
Tanpa banyak bicara, dia mengambil satu buah es krim dari plastik, dan menyerahkan satunya kepadaku. Lalu dia berlari menuju anak kecil perempuan yang sedang berdiri di ujung sana.
“Hei dek, kenapa es krimnya cuma diambil satu? Kan kamu kasih empat ribu ke abang...”
teriakku kepada anak kecil itu, masih dengan perasaan bingung.
“Es Krim Cokelatnya satu cuma buat adik saya aja bang.Sisanya buat tips abang aja.”
jawabnya sambil berlari masuk ke rumah. Di belakangnya, anak perempuan yang ia panggil adik menyusulnya.
“Ayo beli-beli....Es Krim Cokelat Diana”, teriakku dengan suara yang serak, sambil kukayuh sepeda yang setia menemaniku berjualan es krim cokelat setiap hari.
“Es Krim Es Krim...”.
Tiba-tiba, suara dari arah belakang memanggilku.
“Bang........Bang”.
Kutarik tuas remku dan kuhentikan laju sepedaku. Kutuntun perlahan ke tepi jalan.
Seorang anak kecil lelaki berlari dari sebuah rumah dan mendekat kepadaku. Nampak di depan rumah itu, berdiri seorang anak kecil perempuan menatap anak lelaki tadi berlari kepadaku.
“Bang, Es Krim Cokelatnya berapaan bang?”, katanya dengan nafas tersengal-sengal..
“Yang cup ini 4 ribu, kalo yang stik ini 2 ribu.Adek mau beli yang mana.”, tanyaku balik.
Kulirik anak kecil ini. Kulihat sepintas beberapa lembar uang seribuan dalam genggamannya.
“Saya pengin beli yang stik aja bang...”, jawabnya sembari menyerahkan uang ribuan empat lembar.
Kuambil dua buah es krim cokelat dari kotak tempat es krim, lalu kumasukkan ke dalam tas plastik yang telah kupersiapkan di tanganku. Kuserahkan bungkusan tas plastik tersebut kepada anak kecil itu.
Tanpa banyak bicara, dia mengambil satu buah es krim dari plastik, dan menyerahkan satunya kepadaku. Lalu dia berlari menuju anak kecil perempuan yang sedang berdiri di ujung sana.
“Hei dek, kenapa es krimnya cuma diambil satu? Kan kamu kasih empat ribu ke abang...”
teriakku kepada anak kecil itu, masih dengan perasaan bingung.
“Es Krim Cokelatnya satu cuma buat adik saya aja bang.Sisanya buat tips abang aja.”
jawabnya sambil berlari masuk ke rumah. Di belakangnya, anak perempuan yang ia panggil adik menyusulnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa komentarnya ya....:))