Sumber: dok.pribadi |
Penulis : Bambang Susantono
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Jumlah: 344 halaman
Terbit : Agustus 2014
Tadinya saya ingin memberi judul tulisan ini dengan kalimat “Saat Wakil Menteri Bicara Soal Transportasi”.Tapi saya urungkan dan memilih judul yang saya pakai sekarang karena nanti jika rencana Jokowi menghapuskan jabatan Wakil Menteri terlaksana, maka seandainya saya gunakan judul itu, maka judul tulisan saya jadi kadaluarsa dong. Hehe..
Jujur saja ada ketakutan dalam diri saya ketika akan membaca buku ini. Memang dari segi penampilan luar, buku ini memiliki desain cover yang sangat eye-catching. Penggunaan warna hijau tosca dengan ikon-ikon transportasi seperti bus, pesawat, mobil, sepeda, dan kereta dalam desain kartu seakan ingin mengesankan bahwa buku ini menyasar segmentasi pembaca berusia muda. Namun ketakutan saya adalah jika seorang pejabat pemerintahan menulis sebuah buku, yang ada di pikiran saya pasti gaya bahasa yang digunakan akan sangat membosankan dengan bahasa-bahasa dewa yang tak mudah dimengerti. Dan ternyata ketakutan saya benar-benar tidak terbukti dan bahkan sebaliknya saya dengan ini menyatakan SANGAT MENYUKAI buku ini secara keseluruhan.
Pak Bambang Susantono, selanjutnya akan saya sebut penulis, ternyata benar-benar pintar menulis. Terlihat dari gaya bahasa yang mengalir dan mudah dipahami. Membaca buku ini seperti saya sedang membaca buku dari seorang pakar transportasi sedang bercerita dengan gaya tulisan ala blogger. Ringan namun berbobot.
Buku ini terbagi dari 6 bab dimana setiap babnya terdiri dari 3-4 artikel. Secara keseluruhan, penulis lebih banyak menyoroti mengenai transportasi darat terutama di DKI Jakarta. Ya mungkin karena memang sepertinya DKI Jakarta sebagai ibukota negara ini seharusnya menjadi sebuah “etalase negara” yang baik, termasuk dari sisi transportasinya. Dalam buku ini, penulis menyoroti beberapa hal terkait perkembangan transportasi di ibukota seperti misalnya dalam artikel “Mimpi Buruk bernama : Gridlock!” yang khusus menyoroti kemungkinan terjadinya “Gridlock” yaitu istilah untuk menggambarkan parahnya kemacetan lalu lintas yang seolah-olah terunci, tanpa ada yang bisa memastikan posisi awal dan akhir kemacetan. Atau ada pula beberapa artikel dimana penulis membahas beberapa alat transportasi yang sudah (dan akan) ada di Jakarta seperti pada tulisan “Monorel”, “Busway, Why Bus?”, “MRT, di Atas atau di Bawah Tanah”.
Selain bicara tentang transportasi darat khususnya transportasi untuk perkotaan, penulis juga membahas beberapa jenis angkutan seperti angkutan sungai (dalam artikel “Angkutan Sungai a.k.a Waterways), atau angkutan laut (dalam artikel “Kita Perlu Pelabuhan Baru”) dan juga angkutan udara (dalam artikel “Bandara (harusnya) Bikin Bangga”. Semuanya dibahas dengan cukup lengkap dengan bahasa yang menarik.
Ada yang menjadi ciri khas penulis dari setiap artikel yang dia tulis disini. Di dalam artikel yang ditulis, penulis selalu mencantumkan data-data disertai dengan sumber data yang ditulis di bagian belakang buku. Penulis pun di setiap artikelnya selalu membandingkan substansi materi yang sedang dia bahas dengan apa yang sudah terjadi di luar negeri. Misalnya saja ketika membahas mengenai busway, penulis menceritakan pula keberhasilan sistem BRT alias Bus Rapid Transit (busway di luar negeri dikenal dengan istilah BRT) di Brasil, Tiongkok, maupun Bogota.
Untuk kalian yang ingin tercerahkan akan dunia transportasi Indonesia, tak hanya permasalahannya tapi juga kemungkinan solusi-solusi yang ada, wajib banget baca buku ini. Apalagi, di setiap akhir artikelnya terdapat beberapa pertanyaan yang membuat kita untuk berpikir untuk turut serta memberi solusi atau ide akan permasalahan-permasalan transportasi yang dibahas. Dan, ide-ide kalian tersebut bisa diemail ke revolutrans@gmail.com atau mention ke akun twitter @revolutrans.
Mari berpartisipasi dalam dunia transportasi Indonesia. Karena pada intinya, transportasi adalah tentang kita. Tentang manusianya.
Jujur saja ada ketakutan dalam diri saya ketika akan membaca buku ini. Memang dari segi penampilan luar, buku ini memiliki desain cover yang sangat eye-catching. Penggunaan warna hijau tosca dengan ikon-ikon transportasi seperti bus, pesawat, mobil, sepeda, dan kereta dalam desain kartu seakan ingin mengesankan bahwa buku ini menyasar segmentasi pembaca berusia muda. Namun ketakutan saya adalah jika seorang pejabat pemerintahan menulis sebuah buku, yang ada di pikiran saya pasti gaya bahasa yang digunakan akan sangat membosankan dengan bahasa-bahasa dewa yang tak mudah dimengerti. Dan ternyata ketakutan saya benar-benar tidak terbukti dan bahkan sebaliknya saya dengan ini menyatakan SANGAT MENYUKAI buku ini secara keseluruhan.
Pak Bambang Susantono, selanjutnya akan saya sebut penulis, ternyata benar-benar pintar menulis. Terlihat dari gaya bahasa yang mengalir dan mudah dipahami. Membaca buku ini seperti saya sedang membaca buku dari seorang pakar transportasi sedang bercerita dengan gaya tulisan ala blogger. Ringan namun berbobot.
Buku ini terbagi dari 6 bab dimana setiap babnya terdiri dari 3-4 artikel. Secara keseluruhan, penulis lebih banyak menyoroti mengenai transportasi darat terutama di DKI Jakarta. Ya mungkin karena memang sepertinya DKI Jakarta sebagai ibukota negara ini seharusnya menjadi sebuah “etalase negara” yang baik, termasuk dari sisi transportasinya. Dalam buku ini, penulis menyoroti beberapa hal terkait perkembangan transportasi di ibukota seperti misalnya dalam artikel “Mimpi Buruk bernama : Gridlock!” yang khusus menyoroti kemungkinan terjadinya “Gridlock” yaitu istilah untuk menggambarkan parahnya kemacetan lalu lintas yang seolah-olah terunci, tanpa ada yang bisa memastikan posisi awal dan akhir kemacetan. Atau ada pula beberapa artikel dimana penulis membahas beberapa alat transportasi yang sudah (dan akan) ada di Jakarta seperti pada tulisan “Monorel”, “Busway, Why Bus?”, “MRT, di Atas atau di Bawah Tanah”.
Selain bicara tentang transportasi darat khususnya transportasi untuk perkotaan, penulis juga membahas beberapa jenis angkutan seperti angkutan sungai (dalam artikel “Angkutan Sungai a.k.a Waterways), atau angkutan laut (dalam artikel “Kita Perlu Pelabuhan Baru”) dan juga angkutan udara (dalam artikel “Bandara (harusnya) Bikin Bangga”. Semuanya dibahas dengan cukup lengkap dengan bahasa yang menarik.
Ada yang menjadi ciri khas penulis dari setiap artikel yang dia tulis disini. Di dalam artikel yang ditulis, penulis selalu mencantumkan data-data disertai dengan sumber data yang ditulis di bagian belakang buku. Penulis pun di setiap artikelnya selalu membandingkan substansi materi yang sedang dia bahas dengan apa yang sudah terjadi di luar negeri. Misalnya saja ketika membahas mengenai busway, penulis menceritakan pula keberhasilan sistem BRT alias Bus Rapid Transit (busway di luar negeri dikenal dengan istilah BRT) di Brasil, Tiongkok, maupun Bogota.
Untuk kalian yang ingin tercerahkan akan dunia transportasi Indonesia, tak hanya permasalahannya tapi juga kemungkinan solusi-solusi yang ada, wajib banget baca buku ini. Apalagi, di setiap akhir artikelnya terdapat beberapa pertanyaan yang membuat kita untuk berpikir untuk turut serta memberi solusi atau ide akan permasalahan-permasalan transportasi yang dibahas. Dan, ide-ide kalian tersebut bisa diemail ke revolutrans@gmail.com atau mention ke akun twitter @revolutrans.
Mari berpartisipasi dalam dunia transportasi Indonesia. Karena pada intinya, transportasi adalah tentang kita. Tentang manusianya.
niy buku karangan mantan wamen beneran dah lo baca semua ben?
BalasHapusUdah dong. Ini siapa ya?
HapusSalam kenal ya bro/sis.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusBukan orang jauh om ben,
HapusLg iseng2 belajar bloging niy.hehehe...