Sore itu, di deretan bangku depan Gedung Perpustakaan
Pusat Unsoed, aku dan temanku Benny tengah asyik saling bercerita. Lebih
tepatnya, akulah yang banyak bercerita tentang kehidupan cintaku yang terasa
cukup rumit.
“Gimana dengan Vina anak paduan suara itu Mik. Lo gak
tertarik sama dia. Cantik lho dia.”, tanya Benny kepadaku.
“Gue bingung Ben. Gue jujur aja tertarik sama Vina.
Apalagi dia anaknya baik dan perhatian banget sama gue. Tapi.....”, kata-kataku
terputus. Mencoba menahan kenangan pahit yang masih saja menyesaki dada ini.
“Tapi kenapa Mik.”
Kuhela nafasku. Ada beban luka yang membuat bibirku ini
seperti berat untuk mengucap.
“Parfum Vina, Ben. Parfum Vina itu sama banget dengan
yang dipake Nadia. Dan itu yang bikin gue selalu takut untuk jalan maupun hanya
sekadar berdekatan sama Vina, karena tiap kali gue cium aroma parfum itu,
bayangan Nadia selalu muncul di kepala gue. Dan itu membuat hati gue sakit tiap
kali inget Nadia.”
Benny menatapku sembari mulutnya tersenyum kecil.
“Gue sedih kok lo malah ketawa Ben”, tanyaku.
“Hehe. Lo itu sekarang lagi kena sindrom wangtanphobia
tuh”, kata Benny, sembari cengengesan.
“Apaan tuh wangtanphobia. Baru denger gue. Ada juga tuh claustrophobia, philophobia, altophobia. Emang
apaan tuh wangtanphobia?, tanyaku dengan kepala penuh dengan rasa penasaran.
“Lo beneran mau tau Mik? Ciyusss...”, ledeknya.
“Wangtanphobia itu wangi mantan phobia. Yaitu phobia yang
menyebabkan seorang yang baru putus dari pacarnya merasa takut apabila bertemu
dengan wanita lain yang menggunakan parfum dengan aroma yang sama dengan parfum
mantannya. Sekian penjelasan Profesor Benny ya.”
“Sialan lo Ben. Ada ada aja kelakuan lo buat ngledekin
gue”, kataku sembari meninju pelan lengannya.
“Gue ngomong gini biar lo juga ketawa, Mik. Udahlah Mik.
Lupain kebencian lo sama Nadia. Toh dia sekarang udah senang-senang sama Angga,
cowok brengsek itu.”, cerocos Benny menasehatiku.
“Nadia dan Vina itu dua cewek yang berbeda, meskipun
mereka pake parfum yang sama. Jadi jangan pernah samakan Vina dengan Nadia
gara-gara hal itu. Inget itu Mik”
“Iya Bapak Mario Benny Teguh. Terima kasih atas
motivasinya. Super sekali memang Bapak ini.”, ledekku begitu mendengar kata-kata
Benny. Tumben sekali dia bisa berkata-kata bijak bak seorang motivator.
“Ah..Sialan lo Mik.”, katanya sembari menjitak kepalakku.
Kata-kata Benny tadi kusimpan di kepalaku untuk selalu
kuingat.
“Nadia dan Vina itu
dua cewek yang berbeda, meskipun mereka pake parfum yang sama. Jadi jangan
pernah samakan Vina dengan Nadia gara-gara hal itu. Inget itu Mik”
***
Siang itu, kuarahkan sepeda motorku ke Gedung Pusat UKM
Unsoed. Hari itu, Vina sedang ada latihan paduan suara. Aku kali ini ingin
memberanikan diri untuk mengajaknya makan malam.
Suasana Gedung Pusat UKM Unsoed sore itu tampak ramai.
Jumat sore di tempat ini memang selalu ramai oleh para pegiat kegiatan
kemahasiswaan. Aku sendiri bukan termasuk tipe orang yang suka berkegiatan dan berkomunitas.
Begitu aku selesai memarkir motorku, pandanganku langsung
menyapu seluruh sudut gedung ini. Mencari-cari dimana Vina, yang sesuai katanya
melalui SMS, tadi sedang latihan paduan suara disini.
“Oh itu dia.”
Mataku berhenti pada satu makhluk manis yang kelihatan
berbeda sekali dibandingkan teman-temannya di paduan suara itu. Sore itu, Vina
mengenakan kaos biru muda dengan bawahan jeans warna hitam. Rambutnya yang
diikat hingga leher putihnya terlihat benar-benar membuatnya semakin terlihat
manis di mataku.
Kulambaikan tanganku ketika dia tiba-tiba melihat ke
arahku. Dia tersenyum, sembari memberi kode
kepadaku agar aku membuka ponselku.
Sebuah SMS masuk ke ponselku. Segera kubaca isi pesan
singkat tersebut.
From: Vina (+628002899201)
Aku selesai
latihan 30 menit lagi. Yang sabar ya nunggunya. J
Kuketikkan balasan SMS dari Vina tersebut.
To: Vina (+628002899201)
Jangankan 30
menit Vin, 30 tahun pun akan kutunggu. :P Selamat nyanyi
Kutekan tombol kirim di ponselku. Segera kualihkan mataku
kembali ke Vina. Terlihat dia tersenyum-senyum sembari menatap layar ponselnya.
Wajahnya terlihat sedikit memerah.
Jatuh cinta memang membuat orang rela melakukan hal-hal
yang mungkin terlihat bodoh bagi orang yang sedang tidak terjangkit kasmaran,
termasuk yang kulakukan sore ini. Duduk terdiam menatap cewek pujaannya yang
sedang latihan paduan suara, selama tiga puluh menit, tanpa melakukan hal lain
apapun.
Kulihat latihan paduan suara telah selesai. Setelah
menyalami teman-temanya di paduan suara tersebut, Vina segera berjalan menuju
ke arahku.
Jantungku berdegup kencang ketika Vina telah ada di
sebelahku.
“Maaf ya lama nunggunya. Lagian kamu ini datangnya
kecepetan si, jadinya malah bengong nungguin aku setengah jam.”, kata Vina
kepadaku.
Aku tak langsung menjawab. Aroma itu. Aroma parfum
Vina-lah yang membuat pikiranku tiba-tiba menjadi tidak fokus. Bayangan Nadia
muncul sekelebat di alam bawah sadarku.
“Mik, kamu gak apa-apa kan. Kok kamu diem gitu?”, Vina
mengguncangkan badanku.
Guncangan dari Vina tadi mengembalikan kesadaranku.
“Eng..enggak apa-apa kok Vin. Aku baik-baik aja.”,
jawabku.
Aku terpaksa berbohong. Tak mungkin aku berkata jujur
bahwa alasanku kenapa aku kehilangan konsentrasi adalah karena begitu aku
mencium parfum yang Vina kenakan, membuatku ingat akan mantanku Nadia yang juga
memakai parfum dengan aroma yang sama.
Namun mata Vina sepertinya menangkap sebuah keganjilan di
sorot mataku.
“Kamu jangan bohong Mik. Ada sesuatu yang kamu sembunyikan dari aku. “
Bibirku kelu mendengar ucapan Vina barusan. Tak kusangka
dia menangkap gelagat anehku.
Tapi, apa harus aku ceritakan semuanya. Aku takut Vina
akan menjauh dariku kalau aku mengungkap semua kepadanya.
“Ya sudah Mik kalau kamu memang tak mau jujur sama aku”,
kata Vina dengan nada kecewa. Segera dia melangkahkan kakinya hendak pergi dari
hadapanku.
Tanganku segera mengayun memegang pergelangan tangan
Vina.
“Vin..tunggu. “
****
bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa komentarnya ya....:))