Waktu itu seperti biasanya Baron dan Wina duduk di kantin
usai kuliah. Tak seperti biasanya suasana di antara mereka cukup hening.
Sore itu jantung Baron terasa berdetak tak beraturan. Lidahnya terasa
kelu.
"Kamu kenapa ron? Kok kayak ga biasanya kamu keliatan grogi gini.Kamu lagi ada masalah?".
Masalahnya ya kamu Win. Perasaanku ke kamu yang bikin aku grogi gini. Aku tuh sayang kamu Win.
"Win. Sebenarnya ada yang mau aku omongin ke kamu sore ini."
"Aku sayang kamu Wina. Maukah kamu jadi pacarku Win?"
"Buset! Berapa kali sih Ron aku bilang? Biarin aja
mengalir,jangan dipakasa dong." Ucap Wina sambil memandang Baron.
Wina
bukan tidak suka Baron,hanya saja dia bukan tipe cewek yang suka di
paksa dan di tembak secara terang terang-an seperti itu.
Baron memangdang Wina lama. Dia hanya bisa menarik napas.
"Win! Lihat aku dong sebagai sosok yang menyukai kamu,jangan sebagai
teman lagi bisa ga sih? Kamu kan sudah tau sifatku,aku ga suka lama lama
kalau aku suka sama cewek. Aku pasti langsung tembak,kalau kamu ga mau
ya aku akan jauhi kamu. " Nah ini deh yang aku ga suka." Keluh Wina
lirih.
Perlahan isak tangis keluar dari bibir Wina. Setitik air mata turun mengalir dari sudut matanya.
Mesin waktu di dalam otaknya memutar ke masa lalu.Ingatannya kembali membawanya pada sosok Ario.Sosok lelaki yang telah membuatnya langsung jatuh hati pada pandangan
pertama, hingga membuatnya langsung mengiyakan ketika suatu hari Ario
berkata kepadanya
"Win, aku sayang kamu. Kamu mau gak jadi pacarku"
Dan ingatan indah itu perlahan tergantikan oleh sebuah
mimpi buruk yang datang seketika. Aryo mengkhianatinya. Aryo selingkuh
dengan wanita lain, yang tak lain adalah sahabat Wina sendiri yaitu
Rhea.
Sejak kejadian itu, hati Wina seolah tertutup pada lelaki
lain. Ia takut lagi untuk memberikan hatinya pada lelaki, yang malah
pada akhirnya melukai hati yang dia beri itu. Ia takut untuk mencintai
orang lain karena ia takut terlanjur cinta seperti pada Ario, dan malah
terluka karenanya.
"Win..Kamu kenapa menangis?"
Suara itu menyadarkan Wina dari lamunan. Baron masih duduk di hadapannya. Menatapnya dalam-dalam.
Baron memeluk Wina. Dia merasa bersalah telah memaksa Wina
lagi.
"Win,aku ga maksa kok." Jangan nangis ya."
Wina mengusap air
matanya.
"Maaf aku ga sengaja nangis kaya gini sih."
Wina menghindar
dari pelukan Baron.Dia tidak ingin memanfaatkan kebaikan Baron dan
membuat Baron mengungkapkan cinta lagi.
Wina tetap merenung dan membiarkan Baron disampingnya.
Pikiran Wina menjadi kalut. Dia gadis ceria tapi kalau menyangkut nama
Ario dia akan menjadi gadis yang sangat rapuh dan sentimentil. Wina
memaksakan senyum agar Baron tidak semakin merasa bersalah.
"Eh kamu yang
bayar minumanku loh."
Ucapnya...kali ini membuat Baron tersenyum. Nah
ini baru Wina yang aku kenal.
Sejujurnya bagi Wina, Baron adalah sosok lelaki yang
menarik baginya. Pembawaannya yang hangat selalu membuatnya nyaman tiap
kali berada di sampingnya. Dan tanpa dia sadari, mulai tumbuh perasaan
sayang di dalam hatinya. Perasaan yang selama ini ia tutupi karena ia
terlalu takut untuk menjalaninya. Takut untuk kembali terluka seperti
dengan Ario dulu.
"Ron. Kamu ngertiin keadaanku ini ya"
Baron mengangguk. Matanya lekat menatap Wina.
"Udah yuk aku anterin kamu pulang. Udah mau maghrib ni. Ntar kamu dicariin Mama kamu."
"Yuk Ron.."
Wina berdiri dari bangku kantin dan berjalan perlahan menuju ke parkiran
motor, diikuti Baron yang berjalan di belakangnya usai membayar minuman
yang mereka pesan tadi.
Wina membonceng Baron dan melingkarkan tangannya di
pinggang Baron. Angin menerpa wajahnya dan membuatnya menunduk dan
menempelkan wajahnya dipunggung Baron. Wina tidak ingin berakir,rasa
nyaman yang diberikan Baron tidak ingin digantikan dengan penyesalan
yang akan terjadi jika mereka melanjutkan hubungan atas nama cinta.
Baron membiarkan hatinya sakit. Sakit sebenarnya mendapat penolakan Wina. Tapi dia juga tidak ingin melihat Wina terluka. Baron membiarkan Wina bersender dibahunya andai itu bisa menjadikan Wina tetap di sisinya.
***
Tiga minggu kemudian
"Baron..kenapa kamu menghindari aku".
Suara Wina membuat Baron tercekat. Tak ada suara yang keluar dari mulutnya.
Pandangan mata Wina membuat hati Baron merasa takut untuk mengungkapkannya. Tapi...
"Aku sayang kamu Baron. Aku gak mau kehilangan kamu. Aku gak mau kehilangan orang yang aku sayangi."
"Aku mau jadi pacar kamu Baron. Aku mau."
Serentetan kata-kata itu mengalir dari mulut Wina.
Mendengarnya, hati Baron bergejolak. Rasa bersalah sekaligus bahagia
muncul bersamaan.
"Aku juga sayang kamu Win."
Bibir Baron terasa bergetar ketika mengucapnya.
Hati kecil berdebar. Rasa bersalah itu kian membesar. Rasa bersalah telah mengkhianati Dita, cewek yang menjadi pacarnya sejak
seminggu yang lalu. Dan rasa bersalah kepada Wina, karena akan
membuatnya sakit lagi seperti yang Ario pernah lakukan kepadanya.
Tulisan ini adalah hasil kolaborasi saya (@rbennymurdhani) dengan @baelovesee dan diikutsertakan dalam proyek #AWeekOfCollaboration