Kamis, 27 Maret 2014

Kalian HEBAT

Sudah beberapa minggu ini rasanya tangan dan otak saya buntu tak mau bekerjasama. Mungkin mereka saling marah dan saling menyalahkan mengapa tak pernah ada lagi tulisan hasil kerjasama mereka. Dalam rangka proses rujuk antara tangan dan otak saya, maka  saya memaksa mereka untuk kembali berkomunikasi dan berbicara untuk menghasilkan tulisan ini. Mungkin memang mereka harus saling mengenal kembali, agar saling menyayangi lagi *ealah* :).

Beberapa hari ini mendapat kabar gembira yang datang dari beberapa teman. Kabar gembira mereka yang akhirnya membuat saya gembira dan untuk selanjutnya merenung penuh perasaan.

Kabar gembira pertama saya dapatkan dari teman kuliah saya, sebut saja Aldo, yang akhirnya berhasil diterima menjadi Pengajar Muda Indonesia Mengajar angkatan VIII. Buat yang belum tahu, Indonesia Mengajar adalah sebuah program yang digagas oleh Anies Baswedan, dimana putra putri terbaik bangsa dipilih dan dikirim ke daerah-daerah pelosok di Indonesia. Disana para pengajar muda tersebut akan tinggal dan mengajar selama satu tahun penuh.
 
Berat? Ya seperti itulah keadaan yang saya bayangkan ketika dulu pertama kali mendengar tentang Indonesia Mengajar di tahun 2010. Membayangkan kesulitan-kesulitan yang harus dihadapi oleh para pengajar muda yang mungkin terbiasa dengan kehidupan kota besar dengan segala kemudahan, lalu tiba-tiba harus berjuang mengatasi keterbatasan demi keterbatasan ketika mengajar di daerah dimana ia ditempatkan. 
 
Buat saya, teman saya Aldo ini sungguh punya keberanian karena ia rela meninggalkan pekerjaannya demi mengejar impiannya menjadi pengajar muda. Saya tahu memang masa depan pengajar muda setelah ikut program biasanya bagus. Adik salah satu teman kantor saya yang juga seorang pengajar muda angkatan III  baru saja mendapatkan beasiswa Erasmus Mundus untuk melanjutkan studi S2 di Eropa. 

Kabar gembira kedua datang dari teman SMA saya, sebut saja Alford. Jadi ceritanya beberapa hari yang lalu saya janjian ketemu dengan dua teman SMA saya yaitu Alford tadi dan Amri. Kalau dengan Amri sih memang saya masih sering bertemu atau sekadar bercerita di telepon. Nah, untuk Alford tadi, saya sudah lama tidak bertemu. Mungkin sudah sekitar 1,5 tahun kami tak bertemu atau berkomunikasi. 

Ketika dikabari bahwa Alford ini sedang proses tes untuk kerja di Jakarta, maka saya pun senang karena itu berarti kita jadi bisa sering bertemu lagi. Sama ketika saya dulu datang ke rumahnya untuk baca komik dan majalah film. Hehe.. Dan ketika saya tanya dia sedang tes dimana, ternyata teman saya ini baru saja diterima sebagai CPNS di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Wohooooo.....Keren.
 
Saya senang mendengar berita ini karena dia memang pantas untuk mendapatkan pekerjaan ini. Apalagi posisi jabatan yang ia lamar sudah sesuai dengan background S1-nya yaitu Teknik Elektro. Saya senang karena ia bisa dapat kesempatan lebih baik dalam pekerjaannya. 
 
Kabar gembira ketiga datangnya dari teman kuliah saya. Sebenarnya sudah lama saya dengar berita gembira ini. Kabar gembiranya adalah teman saya, panggil saja dengan Asto, diterima di Otoritas Jasa Keuangan, instansi keren yang tugasnya melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar Modal, dan sektor IKNB. Saya belum sempat ketemu untuk berbincang-bincang dengan teman saya tentang bagaimana perjuangan dia mendapatkan pekerjaan ini. 
 
Apa moral of the story dari tulisan saya ini?
Bagi saya pribadi, di satu sisi saya senang dan bersyukur akhirnya teman-teman saya berhasil mendapatkan apa yang mereka perjuangkan. 
 
Kalian HEBAT.
 
Di satu sisi lain, ini mengingatkan saya untuk merenung lagi apa mimpi saya yang sepertinya saat ini dalam masa terlena dengan kenyamanan. Semoga saya bisa segera tersadar dan bisa memberi kabar gembira pada mereka.
 
Mari bangun dan mandi. :)

Senin, 03 Maret 2014

Perihal Mendengarkan Orang Lain dan Jodoh

Kalau judul di atas terlihat ingin bercerita tentang kisah jejaka atau gadis yang sedang galau masalah jodoh pasangan hidup gara-gara mendengarkan orang lain, kalian salah besar. Kali ini saya ingin bercerita mengenai kejadian yang saya alami kemarin siang.

Jadi ceritanya kemarin saya tengah mengantarkan pacar saya untuk mengikuti pelajaran Krisma di Gereja St. Yoseph Matraman. Setiap peserta, termasuk pacar saya, diwajibkan untuk membawa fotokopi Surat Baptis masing-masing. Nah, sayangnya Surat Baptis milik pacar saya ini belum sempat difotokopi. Berhubung saya pacar yang baik (Ya kan ya kan..:)), saya minta pacar saya untuk langsung menuju ruang kelas, sedangkan saya yang akan memfotokopi Surat Baptisnya. Disinilah cerita dimulai.

Begitu mulai mencari tempat fotokopi, saya tak mengira kalau perjalanan mencari tempat fotokopi ini akan lumayan lama. Saya tadinya berpikir, karena Gereja St. Yoseph Matraman berdekatan lokasinya dengan beberapa sekolah, maka pasti banyak tempat fotokopian di sekitar gereja.

Awalnya saya berjalan menuju ke jalan samping SMA Fons Vitae Marsudirini yang ke arah daerah Stasiun Pondok Jati.  Disitu saya mendekati tukang koran. Sembari membeli sebuah surat kabar, saya menanyakan dimana tempat fotokopi terdekat. Mas pedagang koran menjawab bahwa di dekat Stasiun Pondok Jati ada tempat fotokopi, "Cuma kalo hari minggu tutup mas", begitu katanya. 

Dia pun lanjut mengatakan "Mending Mas coba ke arah Jatinegara aja Mas."
 Oke. Berhubung saya tidak terlalu tahu daerah itu, saya pun menurut saja perkataan Mas pedagang koran tersebut dan berbalik ke arah Jatinegara.

Setelah berjalan kira-kira 20 meter dari arah tukang koran, saya mencoba bertanya pada seorang juru parkir yang tengah berdiri di depan mobil-mobil yang berjejer di pinggir jalan. Pertanyaan yang saya ajukan masih dengan format dan isi yang sama.

"Pak, numpang tanya. Tahu tempat fotokopian di sekitar sini gak Pak? Ke arah sana (saya menunjuk ke arah Jatinegara) ada ga ya Pak?"

"Disitu (si Bapak menunjuk ke arah Jatinegara) ada Mas. Cuma kalo hari Minggu tutup. Coba aja ke arah situ Mas (menunjuk ke arah jalan menuju Stasiun Pondok Jati). Di situ kayaknya ada."

Oke yang kedua. Saya bingung harus ke arah mana. Tapi dasarnya saya ini gampang banget dengerin pendapat orang lain, maka kaki saya pun saya arahkan kembali menuju jalan ke arah Pondok Jati sambil berharap petunjuk Bapak juru parkir tadi benar.
Berjalan 100 meter ke arah Stasiun Pondok Jati, saya menemukan sebuah warung. Tampak seorang Bapak tengah duduk disitu. Saya pun untuk ketiga kalinya menanyakan pertanyaan:

" Pak, tahu tempat fotokopi sekitar sini gak Pak? Katanya ke arah sana ada ya Pak (sambil tangan saya menunjuk ke arah Stasiun Pondok Jati"

Dan, tahu jawaban yang saya dapat dari Bapak itu?
"Disitu ada Mas (menunjuk ke arah yang tadi saya tanyakan), cuma kalo hari Minggu tutup biasanya. Coba aja mas cari ke arah Jatinegara"

Duarrrr.... Kesel sekaligus bingung. Mau cari dimana lagi kalo saya muter-muter disini terus. Dan, dasar memang saya orangnya "nurutan", saya pun berjalan ke arah Jatinegara. Hari sudah terasa sangat panas. Matahari seakan ikut memberi ujian kesabaran kepadaku. 

Setelah melewati Kantor Direktorat Peralatan TNI-AD, saya pun melihat seorang juru parkir di depan Mata Foto, dekat dengan Seven Eleven. Pikir saya daripada saya berjalan terlalu jauh tanpa tujuan, lebih baik saya bertanya pada juru parkir tersebut. Ternyata, setelah saya bertanya letak tempat fotokopi, juru parkir tersebut menunjuk ke arah gang di samping Mata Foto.

Titik terang. Itu pikiran saya ketika melihat memang ada beberapa tempat fotokopi dalam keadaan tertutup di gang tersebut. Memang sedari tadi saya hanya mendengarkan ucapan orang, tanpa memastikan apa benar tempat fotokopi yang dibilang tutup itu memang benar-benar tutup. Dan kini saya benar-benar melihat ada beberapa tempat fotokopi yang benar-benar tutup.  Saya terus berjalan menyusuri gang tersebut ke arah timur. Berharap di depan sana ada tempat fotokopi yang buka. Dan ternyata, setelah berjalan cukup jauh dari Jalan Matraman Raya, tak ada satu pun tempat fotokopi yang buka.

Sudah menyerahkah saya? Jujur saja saya sudah hampir menyerah. Terik matahari lagi-lagi menjadi alasan terkurasnya energi saya siang itu. Tapi, karena saya butuh (dan karena saya pacar yang baik,hehe..) maka saya putuskan untuk bertanya pada ibu-ibu yang sedang duduk di pinggir jalan, di depan sebuah tempat fotokopian yang tutup. 

"Bu, permisi. Apa di sekitar sini ada tempat fotokopian lagi ya Bu? Yang ke arah depan sana tutup semua."

Ibu itu menjawab, kurang lebih seperti ini:

"Iya Mas, disini tutup semua kalo hari Minggu. Coba Mas lurus aja lewat gang ini, lalu mentok belok kiri ke arah Stasiun Pondok Jati. Di depan stasiun itu biasanya ada tempat fotokopian yang buka di hari Minggu".

Titik terang lagi buat saya, meskipun kepercayaan saya akan omongan orang lain sudah  semakin pudar, mengingat sedari tadi gara-gara mendengar omongan orang lain, saya belum juga menemukan tempat fotokopi. Tapi, saya ya tetap saya. Daripada bingung mau kemana lagi, saya mengikuti saja apa saran dari Ibu beserta gengnya tadi.

Berjalan ke ujung gang, lalu berbelok ke kiri hingga ke arah Stasiun Pondok Jati. Mata saya melihat sambil memicingkan mata. Memastikan mata minus saya bisa melihat dengan jelas apa ada tempat fotokopi yang buka. Dan akhirnya.......

Sampai di persimpangan jalan dekat dengan kereta di dekat Stasiun Pondok Jati, saya menemukan sebuah tulisan "Foto Copy" di depan sebuah rumah. Segera saja saya menuju ke rumah tersebut untuk melihat apa tempat fotokopi di rumah ini buka atau tidak. Dan ternyata...........

Puji Tuhan ternyata tempat fotokopi tersebut buka. Tempat fotokopi dimana merupakan lokasi yang pertama kali ditunjuk oleh pedagang koran, orang pertama yang saya tanya. Akhirnya saya pun memfotokopi Surat Baptis pacar saya, dan segera kembali ke gereja.

Perihal Mendengarkan orang lain

Perjalanan saya yang saya ceritakan di atas tak mungkin terjadi sama persis jika saya tidak bertanya dan mendengarkan orang lain. Ada beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi. Saya bisa saja berjalan terus ke arah Jatinegara tanpa tahu dimana letak tempat fotokopi di daerah sana. Atau saya juga bisa saja lebih cepat menemukan tempat lokasi fotokopi tanpa bantuan orang lain.

Seeing is believing.

Pepatah seeing is believing seharusnya saya praktikan dalam kejadian ini. Terlalu banyak mendengarkan orang lain, tanpa ada usaha untuk benar-benar membuktikan omongan orang lain tersebut. Mungkin kalau saya pakai prinsip ini, maka saya seharusnya membuktikan omongan pedagang koran yang mengatakan bahwa tempat fotokopi (yang akhirnya menjadi tempat saya akhirnya bisa fotokopi) pada hari Minggu tutup. 
Terlalu mudah percaya. Saya memang orang yang sangat mudah percaya pada orang lain. Tak heran saya sedikit suka gosip, teori konspirasi atau cerita lain yang belum terbukti tapi sudah digembar-gemborkan kemana mana.

Jodoh Tak Lari Kemana

Ini pelajaran kedua dari kejadian ini, setelah perihal mendengarkan orang lain di atas.
Bagi saya, kejadian ini merupakan bukti bahwa jodoh itu tak lari kemana-mana, selama kita berusaha terus untuk mendapatkannya. Coba bayangkan jika saya tak berusaha terus untuk mencari  tempat fotokopi hingga dapat, meskipun harus berputar-putar. 

Ilustrasinya begini. "tempat saya akhirnya bisa fotokopi" merupakan jodoh saya untuk memfotokopi. Meskipun saya mendapatkan saran dari beberapa orang yang membuat saya memutar jauh, tapi saya tetap saja kembali ke jodoh saya yaitu "tempat saya akhirnya bisa fotokopi" tersebut. Betul kan :)

Masa Pertumbuhan Kita

Kalian pasti pernah menerima ucapan dari teman atau saudara kalian dengan bunyi kira-kira seperti ini " Makan yang banyak ya. Kan lagi ...